KEPERJAKAANKU HILANG BERBAUR DENGAN KENIKMATAN LIANG JANDA TETANGGAKU

Waktu itu aku tinggal di pinggiran kota Jakarta yang masih banyak penduduk Betawinya. Di sebelah rumahku tinggal keluarga Betawi, anak lelaki bungsunya teman bermainku. Dia mempunyai 3 orang kakak perempuan. Yang akan aku ceritakan di sini adalah kakaknya yang bernama Lily. Seorang janda beranak satu. Usianya saat itu kira-kira 27 tahunan.

Sebagai tetangga sebelah rumah, aku cukup akrab dengan semua anggota keluarga, sehingga aku bisa keluar masuk rumahnya dengan leluasa. Oh iya, sebelum aku lupa, mbak Lily ini orangnya hitam manis dengan payudara cukup besar. Entahlah, aku sendiri saat itu tidak tau persis, karena masih “ingusan”. Yang aku tau, ukurannya cukup membuat anak seusiaku menelan ludah, kalau melihatnya.

Seperti orang Betawi jaman dulu pada umumnya, mbak Lily ini suka sekali cuma pakai bra saja dan rok bawah terutama kalau hari sedang panas, . Mungkin untuk mendapatkan kesegaran. Nah aku seringkali melihat si mbak dalam “mode” seperti ini. Usiaku saat itu sudah memungkinkan untuk bergairah melihat tonjolan payudaranya yang hanya ditutupi bra. Tapi yang paling membuatku menahan nafas adalah bentuk dan goyangan pantatnya. Pinggul dan pantatnya bulat dan bentuknya “nonggeng” di belakang. Kalau berjalan, pantatnya bergoyang sedemikian rupa membuat gairah remajaku yang baru tumbuh selalu tergoda.

Mbak Lily ini sudah 2 kali menjanda, dan semua warga kampung kami sudah tahu bahwa mbak Lily ini memang “nakal” sehingga tidak ada pria yang betah berlama-lama menjadi suaminya. Mbak Lily ini suka sekali menggodaku dengan mengatakan bahwa dia pengen sekali merasakan keperjakaanku.

Suatu kali, selepas maghrib, aku ke rumahnya. Tadinya aku ingin mengajak adiknya Aryo temanku untuk main. Aku masuk lewat pintu belakang karena memang sudah akrab sekali. Tapi di belakang rumahnya itu, ada mbak Lily yang sedang duduk di kursi dekat sumur.

Aku bertanya ke si mbak,

“mbak, Aryo ada?”.
“Kagak, dia ikut baba (Bapak) ama nyak (Ibu) ke Depok.” jawab si mbak.
“Wah, jadi mbak sendirian dong di rumah?” tanyaku basa basi.
“Iya, asyik kan? Kita bisa pacaran.” sahut si mbak.

Aku cuma tertawa, karena memang sudah biasa dia ngomong begitu.

“Duduk dulu dong Rom, ngobrol ama mbak napa sih.” katanya.

Akupun duduk di kursi sebelah kirinya, si mbak sedang minum anggur cap orangtua. Aku tahu dia memang suka minum anggur, mungkin itu juga sebabnya tidak ada suami yang betah sama dia.

“Si Ari mana mbak?” tanyaku menanyakan anaknya.
“Diajak ke Depok.” sahutnya pendek.
“Mau minum nggak Rom?” dia nawarin anggurnya.

Entah kenapa, aku tidak menolak. Bukannya sok alim yah, aku juga suka minum, cuma karena orang tuaku termasuk berada, biasanya aku hanya minum minuman dari luar negeri. Tapi saat itu aku minum juga anggur yang ditawarkan mbak Lily. Jadilah kami minum sambil ngobrol ngalor ngidul. Tak terasa sudah satu botol kami habiskan berdua. Dan aku mulai terpengaruh alkohol dalam anggur itu, namun aku pura-pura masih kuat, karena kulihat mbak Lily belum terpengaruh.

Aku mulai memperhatikan mbak Lily lebih teliti (terutama setelah dipengaruhi alkohol murahan itu). Pandanganku tertuju ke toketnya yang hanya ditutupi bra hitam yang agak kekecilan. Sehingga toketnya seperti mau meloncat keluar. Wajahnya cukup manis, agak ke arab-araban, kulitnya hitam tapi mulus. Baru sekarang aku menyadari bahwa ternyata mbak Lily manis juga. Rupanya pengaruh alkohol sudah mendominasi pikiranku.

Merasa diperhatikan si Mbak membusungkan dadanya, membuat titit remajaku mulai mengeras. Dan dengan sengaja dia membuat gerakan menggaruk toket kirinya sambil memperhatikan reaksiku. Tentu saja aku belingsatan dibuatnya. Sambil menggaruk toketnya perlahan si Mbak bertanya.

“Rom kok bengong gitu sih?”

Bukannya kaget, aku yang sudah setengah mabok itu malah menjawab terus terang, “Abis tetek Mbak gede banget, bikin saya nafsu aja.”

Eh, dia malah merogoh toket kirinya, terus dikeluarkan dari branya.

“Kalo nafsu, pegang aja Rom. Nih,” katanya sambil mengasongkan toketnya ke depan.
“Diemut juga boleh Rom.” tambahnya.

Aku yang sudah mabok alkohol, semakin pusing karena ditambah mabok kepayang akibat tantangan Mbak Lily.

“Boleh mbak?” tanyaku lugu.
“Dari dulu kan Mbak udah pengen buka “segel” Romy. Romy nya aja yang jual mahal.” katanya sambil memegang kepalaku dengan tangan kirinya dan menekan kepalaku ke arah toketnya.

Aku pasrah, perlahan mukaku mendekat ke arah toket kirinya yang sudah dikeluarkan dari bra itu. Dan hidungku menyentuh pentilnya yang cokelat kehitaman. Segera aroma yang aneh tapi membuat kepalaku seperti hilang menyergap hidungku. Dan keluguanku membuat aku hanya puas mencium dengan hidungku, menghirup aroma toket Mbak Lily saja.

“Rom.” tegur Mbak Lily.
“Apa Mbak?” tanyaku sambil menengadah.
“Jangan cuma diendus gitu napa. Keluarin lidah Rom, jilatin pentil Mbak, terus diemut juga. Ayo coba” Mbak Lily mengajariku sambil kembali tangannya menekan kepalaku.

Aku menurut, kukeluarkan lidahku, dan kujilati sekitar pentilnya yang kurasakan semakin keras di lidahku. Dan sesekali kuemut pentilnya seperti bayi yang menyusu pada ibunya. Ku dengar Mbak Lily mengerang, tangannya meremas rambutku dan berkata.

“Naah, gitu Rom. Terusin Rom. Gigit pentil Mbak Rom, tapi jangan kenceng gigitnya, pelan aja.” pinta si Mbak.

Akupun menuruti permintaannya. Kugigit pentilnya pelan, erangan dan desahannya semakin keras. Dengan lembut si Mbak menarik kepalaku dari toketnya, wajahku ditengadahkan, lalu dia mencium bibirku dengan penuh gairah. Bibirku diemut dan lidahnya bermain dengan lincahnya di dalam mulutku. Aku terpesona dengan permainan lidahnya yang baru sekali ini kurasakan. Getaran yang diberikan Mbak Lily melalui lidahnya menjalar dari sekujur bibirku sampai ke seluruh tubuhku dan akhirnya masuk ke jantungku. Aku terbawa ke awang-awang.

Tidak hanya itu, Mbak Lily menjilati sekujur wajahku, dari mulai daguku, ke hidungku, mataku semua dijilat tak terlewat satu sentipun. Terakhir lidah Mbak Lily menyapu telingaku, bergetar rasanya seluruh tubuhku merasakan sensasi yang Mbak Lily berikan ini.

Sambil menjilati telingaku, tangannya menarik tanganku dan dibawanya ke toketnya, sambil membisikkan, “Remes-remes tetek Mbak dong Rom.” Aku menurutinya, dan kudengar desahan si Mbak yang membuatku semakin bergairah, sehingga remasanku pada teteknya juga semakin kuat.

“Aauugghh.. Sshh.. Naahh gitu Rom.”

Lalu diapun kembali menjilati daerah telingaku. Aku semakin terbuai dengan permainan Mbak Lily yang ternyata sangat mengasyikkan untukku ini. Lalu Mbak Lily kembali menciumi bibirku, dan kami saling berpagutan. Aku jadi mengikuti permainan lidah Mbak Lily, lidah kami saling membelit, menjilat mulut masing-masing. Kembali kurasakan tekanan tangan Mbak Lily yang membimbing kepalaku ke leher dan telinganya. Akupun melakukan seperti yang dilakukan Mbak Lily tadi.

Kujilati telinganya, dan dia mendesah kenikmatan. Lagi, dia menekan kepalaku untuk mencapai teteknya yang semakin mencuat pentilnya. Aku mencoba mengambil inisiatif untuk memegang vaginanya. Tangan kiriku bergerak turun untuk menyentuh bagian paling intim Mbak Lily. Tapi Mbak Lily menahan tanganku.

“Nanti dong Rom, sabar ya sayaanng.” Aku sudah gemetar menahan gairah yang kurasakan mendesak di sekujur tubuhku.
“Mbak, Romy pengen mbak.” pintaku.
“Pengen apa Rom,” tanya Mbak Lily menggodaku.
“Pengen liat itu.” kataku sambil menunjuk ke selangkangan Mbak Lily yang masih tertutup rok merah dari bahan yang tipis.
“Pengen liat meki Mbak?” Mbak Lily menegaskan apa yang kuminta.
“Iya mbak.” jawabku.
“Itu sih gampang, tinggal Mbak singkapin rok Mbak, udah keliatan tuh.” kata Mbak Lily sambil menyingkapkan roknya ke atas, sehingga terlihat celana dalamnya yang berwarna biru tua.

Dan kulihat segunduk daging di balik celana dalam biru tua itu. Aku menelan ludah dan terpaksa menahan untuk tidak limbung. Sungguh luar biasa bentuk gundukan di balik celana dalam itu. Aku memang baru pertama kali melihat gundukan meki, tapi aku yakin kalo gundukan meki Mbak Lily sangat montok alias tembem sekali. Dan Mbak Lily memang sengaja ingin menggodaku, dia menahan singkapan roknya itu beberapa lama, dan saat aku ingin menyentuhnya, dia kembali menutupnya sambil tertawa menggoda.

“Jangan disini dong Rom. Ntar kita digerebek lagi kalo ada yang tau.” kata Mbak Lily sambil berdiri dan menuntun tanganku ke dalam rumahnya.

Bagai kerbau dicocok hidungnya akupun menurut saja. Aku sudah pasrah, aku ingin sekali merasakan nikmatnya Mbak Lily. Dan yang pasti aku sudah telanjur hanyut oleh permainannya yang pandai sekali membawaku ke dalam jebakan kenikmatan permainan sorgawinya.

Mbak Lily menuntunku ke kamarnya. Tempat tidurnya hanya berupa kasur yang diletakkan di atas karpet vinyl, tanpa tempat tidur. Lalu mbak Lily mengajakku duduk di kasur. Kami masih berpegangan tangan. Mbak Lily melumat bibirku, dan kami berpagutan kembali. Lalu mbak Lily menghentikan ciuman kami. Dia menatapku dengan tajam, lalu bertanya.

“Rom, kamu bener-bener pengen ngeliat meki mbak?”

Aku mengangguk, karena pertanyaan ini membuatku tidak bisa menjawab. Semakin mabok rasanya. Mbak Lily kemudian melepaskan rok dan bra yang dipakainya dan sekarang tinggal celana dalamnya saja yang masih tersisa. Kembali aku menelan ludah. Dan pandanganku terpaku pada gundukan di balik celana dalam mbak Lily. Betapa montoknya gundukan meki mbak Lily.

Lalu mbak Lily berbaring telentang, kemudian dengan gerakan perlahan, mbak Lily mulai menurunkan celana dalam sehingga terlepaslah sudah. Aku yang masih duduk agak jauh dari posisi meki mbak Lily cuma bisa menahan gairah yang menggelegak di dalam jantung dan hatiku.

Benar saja, meki mbak Lily sangat tebal, dagingnya terlihat begitu menggairahkan. Dengan bulu yang tidak terlalu lebat, semakin membuatku tidak karuan rasanya.

“Katanya pengen ngeliat, sini dong liatnya dari deket Rom,” kata mbak Lily.
“I iya mbak,” sahutku terbata sambil mendekatkan wajahku ke selangkangan mbak Lily.

Dia melebarkan kedua pahanya sehingga membuka jalan bagiku untuk lebih mendekat ke mekinya.

“Niih, puas-puasin deh liatin meki mbak, Rom.” kata mbak Lily.

Setelah dekat, apa yang kulihat sungguh membuatku tidak kuat untuk tidak gemetar. Belahan daging yang kulihat ini sangat indah, berwarna merah, bulu yang tidak terlalu lebat ini menambah keindahannya. Di bagian atas, mencuat daging kecil yang seperti menantangku untuk menjamahnya. Aromanya, sebuah aroma yang aneh, namun membuatku semakin nafsu.

“Udah? Cuma diliatin aja? Nggak mau nyium itil mbak?” pancing mbak Lily sambil dua jari tangan kanannya menggosok-gosok daging kecil yang mencuat di bagian atas mekinya.
“Mm.. Mmau mbak. Mau banget.” kataku antusias. Lalu tangan mbak Lily menekan kepalaku sehingga semakin dekat ke mekinya.
“Ya udah cium dong kalo gitu, itil mbak udah nggak tahan pengen Romy ciumin, jilatin, gigitin.”

Dan bibirku pun menyentuh itilnya, kukecup itilnya dengan nafsu yang hampir membuatku pingsan. Aroma kewanitaan mbak Lily semakin keras menerpa hidungku. Mbak Lily mendesah saat bibirku menyentuh itilnya. Lalu kejilati itilnya dengan semangat, tidak hanya itilnya, tapi juga bibir meki mbak Lily yang tebal itu aku jilati. Jilatanku membuat mbak Lily mengejang seraya mendesah dan mengerang hebat.

“Sshh.. Aarrgghh.. Gitu Roomm.. Oogghh..”

Suara rintihan dan desahan mbak Lily membuatku semakin bergairah menjilati seluruh bagian meki mbak Lily. Bahkan sekarang kumasukkan lidahku ke dalam jepitan bibir meki mbak Lily. Tangan mbak Lily menekan kepalaku, sehingga wajahku semakin terbenam dalam selangkangan mbak Lily. Agak susah juga aku bernafas, tapi aku senang sekali.

Kumasukkan lidahku ke dalam lubang nikmat mbak Lily, lalu ku jelajahi lorong mekinya sejauh lidahku mampu menjangkaunya. Tiba-tiba, kurasakan lidahku seperti ada mengemut. Luar biasa, rupanya meki mbak Lily membalas permainan lidahku dengan denyutan yang kurasakan seperti mengemut lidahku. Tubuh mbak Lily menggelinjang keras, pinggulnya berputar sehingga kepalaku ikut berputar.

Tapi itu tidak menghentikan permainan lidahku di dalam jepitan daging meki mbak Lily. Desahan mbak Lily semakin keras begitu juga dengan gerakan pinggulnya, aku semakin bersemangat menjilati, dan sesekali aku menjepit itilnya dengan kedua bibirku, dan rupanya ini sangat membuat mbak Lily terangsang, terbukti setiap kali aku menjepit itilnya dengan bibir, mbak Lily mengejang dan mendesah lebih keras.

“Sshh, aarrghhgghh, Rom, itu enak banget Roomm..”

Tapi, putaran pinggul mbak Lily terhenti, sebagai gantinya, sesekali dia menghentakkan pantatnya ke atas. Hentakan-hentakan ini membuat wajahku seperti mengangguk-angguk. Erangannya semakin keras, dan tiba-tiba dia menjerit kecil, tubuhnya mengejang, pantatnya diangkat keatas, sedangkan tangannya menekan kepalaku dengan kencang ke mekinya. Dan kurasakan di dalam meki mbak Lily ada cairan yang membanjir dan ada rasa gurih yang nikmat sekali pada lidahku.

Desahan mbak Lily seperti sedang menahan sakit. Tapi belakangan baru aku tahu bahwa ternyata mbak Lily sedang mengalami orgasme. Dan pantat mbak Lily berputar pelan sambil terkadang terhentak keatas, dan tubuhnya mengejang. Sementara itu, cairan yang membanjir keluar itu ada yang tertelan sedikit olehku, tapi setelah aku tahu bahwa rasanya enak, akupun menjilati sisa cairan yang masih mengalir keluar dari meki mbak Lily. Mbak Lily kembali menggeliat dan mengerang seperti orang sedang menahan sakit.

Kepalaku masih terjepit dipahanya, dan mulutkupun masih terbenam di mekinya. Tapi aku tak peduli, aku menikmati sekali posisi ini. Dan tak ingin cepat-cepat melepaskannya. Tak lama kemudian, mbak Lily merenggangkan pahanya sehingga kepalaku bisa bebas lagi. Kemudian mbak Lily menarik tanganku. Aku mengikuti tarikannya, badanku sekarang menindih tubuhnya, kembali bibir kami berpagutan. Lidah saling belit dalam gelora nafsu kami.

Lalu mbak Lily melepaskan ciumannya dan berkata,

“Rom, terima kasih ya. Enak banget deh. Mbak puas. Ayo sekarang giliran mbak.”

Mbak Lily bangun dari tidurnya dan akupun duduk. Dia mulai membuka pakaianku dimulai dari kemejaku. Setiap kali satu kancing baju terlepas, mbak Lily mengecup bagian tubuhku yang terbuka. Dan saat semua kancing sudah terlepas, mbak Lily mulai menjilati dadaku, pentilku disedotnya. Aku merasakan sesuatu yang aneh namun membuatku semakin bernafsu. Sambil menjilati bagian atas tubuhku, tangan mbak Lily bekerja membuka celana panjangku dan melemparkannya ke lantai. Sekarang aku hanya tinggal mengenak celana dalam saja. Mbak Lily menyuruhku berbaring telentang. Aku menurut.

Lalu celana dalam ku diperosotkannya melalui kakiku, aku membantu dengan menaikkan kakiku sehingga mbak Lily lebih mudah melepaskan celana dalamku. Dunia seperti terbalik rasanya saat tangan mbak Lily mulai menggenggam tititku dan mengelus serta mengocoknya perlahan.

“Lumayan juga titit kamu Rom. Gede juga, keras lagi.” celetuk mbak Lily.

Tak membuang waktu, mbak Lily segera menurunkan wajahnya sehingga mulutnya menyentuh kepala tititku. Dikecupnya kepala tititku dengan lembut, kemudian dikeluarkannya lidahnya, mulai menjilati kepala, lalu batang dan turun ke.. Bijiku. Semua dilakukannya sambil mengocok tititku dengan gerakan halus. Lidahnya bergerak turun naik dengan lincahnya membuatku semakin tidak terkendali. Aku mendesah dan mengerang merasakan kenikmatan dan sensasi yang mbak Lily berikan. Sungguh luar biasa permainan lidah mbak Lily.

Setelah beberapa lama, mbak Lily menghentikan lidahnya. Rupanya dia sudah merasa bahwa tingkat ereksiku sudah cukup untuk memulai permainan.

“Udah Rom, sekarang Romi masukkin titit Romi ke meki mbak. Adduhh, mbak udah nggak sabar pengen disiram sama perjaka. Biar mbak awet muda Rom.” kata mbak Lily.

Aku tak mengerti maksud mbak Lily, tapi yang jelas, sekarang mbak Lily kembali tiduran dan menyuruhku mulai mengambil posisi di atasnya. Mbak Lily melebarkan kedua kakinya sehingga aku bisa masuk di antara kakinya itu. Kemudian mbak Lily memegang tititku dan mengarahkannya ke mekinya yang sudah menanti untuk kumasuki. Mbak Lily meletakkan tititku di depan mekinya, kemudian berkata,

“Nah, sekarang teken Rom.”

Aku tidak menunggu lebih lama lagi. Segera kutekan tititku memasuki kegelapan meki mbak Lily. Kurasakan tititku seperti dijepit daging yang sangat keras namun lembut dan kenyal, agak licin tapi sekaligus juga agak seret.

“Aagghh.. Pelan dulu Rom,” pinta mbak Lily.

Saat kepala tititku sudah masuk, mbak Lily menggoyangkan pinggulnya sedikit, membuatku semakin mudah untuk memasukkan seluruh tititku. Dan akhirnya terbenamlah sudah tititku di dalam mekinya. Jepitannya kuat sekali, namun ada kelicinan yang membuatku merasa seperti di dalam sorga. Kemudian mbak Lily terdiam. Dia berkonsentrasi agaknya, karena tahu-tahu kurasakan tititku seperti disedot oleh meki mbak Lily. Ya ampuun, rasanya mau meledak tubuhku merasakan denyutan di meki mbak Lily ini. Tititku seperti dijepit dan tidak bisa kugerakkan. Seperti ada cincin yang mengikat tititku di dalam meki mbak Lily. Aku agak bingung, karena aku tidak bisa bergerak sama sekali.

“Mbak, apa nih?” aku bertanya.
“Enak nggak Rom?” tanya mbak Lily.
“Iya mbak, enak banget. Apaan tuh tadi mbak?” aku kembali bertanya.

Mbak Lily tidak menjawab, hanya tersenyum penuh kebanggaan. Kemudian mbak Lily melepaskan jepitan mekinya pada tititku.

“Sekarang kamu gerakin keluar masuk titit kamu ya Rom.” perintah mbak Lily.

Dan akupun mulai permainan sesungguhnya, kugerakkan tititku keluar masuk di lorong kenikmatan mbak Lily. Setiap gerakan yang kubuat menimbulkan sensasi yang luar biasa, baik untukku maupun untuk mbak Lily. Mula-mula pelan saja gerakanku, tapi lama-lama, mungkin karena nafsu yang semakin besar, gerakanku semakin cepat. Dan mbak Lily mengimbangi gerakanku dengan putaran pinggulnya yang mengombang-ambingkan tubuhku. Putaran pinggul mbak Lily membuat seperti ada yang mau meledak dalam diriku.

“Hhgghh.. Oogghh.. Sshh, Roomm. Kamu jago banget Roommm..” desah mbak Lily.

Aku tidak tahu apa maksudnya, namun pujiannya membuatku semakin memacu “motor”ku menerobos kegelapan di lorong mbak Lily. Lalu mbak menghentikan putaran pinggulnya dan melingkarkan kakinya ke kakiku sehingga kembali aku tidak bisa bergerak leluasa.

“Rom, sekarang kamu diem aja, kamu rasain aja mpot ayam mbak.” perintahnya.

Lagi, aku tak tahu apa maksudnya, namun mbak Lily mencium bibirku dan lidahnya mengajakku berpagutan kembali.

“Mbak udah mau keluar lagi nih Rom, kita barengin ya sayang, mbak tanggung pasti enak deh.” kata mbak Lily.

Tubuh mbak Lily diam, namun kurasakan tititku seperti dijepit dan dipijit dengan lembut, benar-benar luar biasa meki mbak Lily. Kembali desakan lahar dalam diriku menuntut dikeluarkan. Dan denyutan meki mbak Lily terus saja mengemuti tititku membuatku merem melek. Dan akhirnya aku benar-benar tidak kuat menahan lahar yang mendesak itu.

“Mbaakk.. Adduuhh.. Sayaa..” aku tidak dapat meneruskan kata-kataku, tapi mbak Lily rupanya mengerti bahwa aku sudah hampir mencapai klimaksku.

“Tahan Rom, mbak juga mau nyampe nih, Barengin ya Rom.” kata mbak Lily.

Aku tak peduli, karena aku tidak bisa menahannya, dengan erangan panjang, aku merasakan tititku mengeras dan tubuhku mengejang. Kuhujamkan tititku dalam-dalam ke meki mbak Lily, dan menyemburlah lahar yang sudah mendesak dari tadi ke dalam meki mbak Lily.

“Mbaakk.. Aagghh..”

Croott… Crroott… Mbak Lily menjerit kecil dan tubuhnya menegang, tangannya memeluk dengan kuat. Di dalam kegelapan meki mbak Lily, semprotan air maniku bercampur dengan banjirnya air mani mbak Lily. Aku tak bisa mengungkapkan bagaimana enaknya sensasi yang kurasakan. Pinggul mbak Lily bergetar, dan menghentak dengan kerasnya. Mekinya berdenyut-denyut, enak sekali. Banyak selaki lahar yang kumuntahkan di meki mbak Lily, ditambah lahar mbak Lily, rupanya tidak  mampu ditampung semuanya, sehingga sebagian meleleh keluar dari meki mbak Lily dan turun ke belahan pantatnya.

Lama kami berdiam dalam posisi masih berpelukan, tititku masih terbenam di meki mbak Lily. Tubuh kami bersimbah peluh, nafas kami masih memburu. Kemudian, mbak Lily tersenyum, lalu menciumku.

“Kamu hebat banget Rom. Baru pertama aja udah bisa bikin mbak puas. Gimana nanti kalo udah jago.” kata mbak Lily.
“mbak, Ma kasih ya mbak. Enak banget deh tadi mbak.” kataku.
“Sama-sama Rom, mbak juga terima kasih udah dikasih perjaka kamu. Besok mau lagi nggak?” tantang mbak Lily.
“Mau dong mbak, siapa yang nggak mau meki enak kayak gini.” jawabku sambil mengecup bibirnya. Dan kamipun kembali berpagutan.