Selama tiga tahun berumah tangga, boleh dibilang aku tidak pernah berselingkuh. Istriku cantik, dan kami telah dianugerahi seorang anak lelaki berusia dua tahun. Rumah tangga kami boleh dibilang rukun dan bahagia, semua orang mengakui bahwa kami pasangan yang serasi.
Terus terang, aku sudah punya perasaan dan pikiran negatif sejak pertama kali dia diperkenalkan kepada kami oleh Bik Ita, pembantu tetangga sebelah rumah. Entah bagaimana, ada desir-desir aneh di dadaku, terlebih lagi ketika kami beradu pandang dan dia mengulum senyum sembari menunduk.
Saat itu sebenarnya istriku merasa kurang sreg untuk menerima Intan bekerja. Naluri kewanitaannya mengatakan bahwa gadis itu tipe penggoda. Dia takut jangan-jangan akan banyak terjadi skandal dengan sopir-sopir dan para bujang di lingkungan kami. Tetapi kondisinya saat itu agak memaksa sebab istriku tiba-tiba harus berangkat ke luar negeri untuk urusan dinas, sementara pembantu kami baru saja pulang kampung.
Ternyata skandal yang dikhawatirkan istriku itu benar-benar terjadi, tetapi justru dengan aku sendiri. Celakanya sampai saat ini aku tidak bisa menghentikan itu. Aku seperti mabuk kepayang. Harus kuakui, bersetubuh dengan Intan memang lain. Kenikmatannya tiada banding. Semakin sering aku menidurinya, rasanya malah bertambah nikmat.
Agar tidak terbongkar, aku segera mengambil langkah pengamanan. Hanya beberapa hari setelah istriku kembali dari luar negeri, Intan minta berhenti. Alasannya pulang kampung karena orang tuanya sakit keras. Tentu saja itu bohong. Yang betul adalah dia kuamankan di sebuah kamar kos yang letaknya tidak jauh dari kantorku. Aku juga membiayai semua kebutuhan sandang pangannya. Hampir setiap siang aku mampir ke sana untuk mereguk kenikmatan bersamanya. Kadang-kadang aku juga menginap satu-dua malam dengan alasan dinas ke luar kota . Dan itu telah berjalan hampir dua tahun sampai saat ini.
Hari pertama Intan bekerja di rumah kami, tidak ada kejadian yang berarti untuk diceritakan. Yang jelas, semua petunjuk dan instruksi dari istriku dilaksanakannya dengan sangat baik. Nampaknya dia cukup rajin dan berpengalaman, serta pandai pula menjaga anak.
Hari kedua, pagi-pagi sekali, aku berpapasan dengan Intan di muka pintu kamarnya. Aku sedang menuju ke kamar mandi ketika dia keluar kamar. Dia pasti baru selesai mandi karena tubuhnya menebarkan bau harum. Saat itu dia mengenakan rok span dan t-shirt ketat seperti yang umum dikenakan ABG zaman sekarang. Sexy sekali. Otomatis kelelakianku bangkit. Aku jadi seperti orang tolol, mematung diam sembari memandangi Intan. Sejenak gadis itu membalas tatapanku, lalu menunduk dengan muka memerah dadu. Aku lekas-lekas berlalu menuju kamar mandi.
Sehabis mandi, kudapati Intan sudah berganti pakaian, kembali mengenakan baju longgar dan sopan seperti kemarin. Keherananku segera terjawab ketika istriku bercerita di dalam kamar sembari bersungut-sungut.
Gawat nih si Intan itu! Papa nggak lihat sih, pakaiannya tadi.
Sexy banget! Jangan-jangan Papa juga bisa naksir kalau lihat.
Terus.. tukasku tak acuh.
Yah Mama suruh ganti. Ingat-ingat ya Pa, selama Mama nggak ada, jangan kasih dia pakai baju yang sexy-sexy begitu!
Hari ketiga, lewat tengah malam, aku bercumbu dengan istriku di ruang TV. Besok istriku berangkat untuk kurang lebih tiga minggu, jadi malam itu kami habiskan dengan bermesraan. Sebelumnya kami menonton film biru terlebih dahulu untuk lebih memancing birahi. Seperti biasa, kami bermain cinta dengan panas dan lama. Pada akhir permainan, di saat-saat menjelang kami mencapai orgasme, tiba-tiba aku merasa ada seseorang mengawasi kami di kegelapan. Aku tidak bercerita kepada istriku, sementara aku tahu, orang itu adalah Intan. Yang aku tidak tahu, berapa lama gadis itu menyaksikan kami bermain cinta.
Keesokan harinya, sore-sore, istriku berangkat ke Thailand. Aku mengantarnya ke airport bersama anak kami. Hari itu kebetulan Sabtu, jadi aku libur.
Pulang dari airport, kudapati Intan mengenakan t-shirt ketat berwarna pink yang kemarin. Jantungku langsung dag-dig-dug melihat penampilannya yang tak kalah menarik dibanding ABG-ABG Jakarta. Selintas aku teringat pesan istriku, tapi kenyataannya aku membiarkan Intan berpakaian seperti itu terus. Bahkan diam-diam aku menikmati keindahan tubuh Intan sementara dia menyapu dan membersihkan halaman rumah.
Hari kelima, pagi-pagi sekali, aku hampir tidak tahan. Aku melihat Intan keluar dari kamar mandi dengan hanya berlilitkan handuk di tubuhnya. Dia tidak melihatku. Kemaluanku langsung mengeras. Bayangkan saja, ketika istri sedang tidak ada, seorang gadis manis memamerkan keindahan tubuhnya sedemikian rupa. Maka, diam-diam aku menghampiri begitu dia masuk kamar.
Aneh, pintu kamarnya tidak ditutup rapat. Aku dapat melihat ke dalam dengan jelas melalui celah pintu selebar kira-kira satu centi. Apa yang kusaksikan di kamar itu membuat jantungku memompa tiga kali lebih cepat, sehingga darahku menggelegak- gelegak dan nafasku memburu. Aku menelan ludah beberapa kali untuk menenangkan diri.
Nampak olehku Intan sedang duduk di tepian ranjang. Handuk yang tadi meliliti tubuhnya kini tengah digunakannya untuk mengeringkan rambut, sementara tubuhnya dibiarkannya telanjang bulat. Sepasang buah dadanya yang montok berguncang-guncang. Lalu ia mengangkat sebelah kakinya dengan agak mengangkang untuk memudahkannya melap selangkangannya dengan handuk. Dari tempatku mengintip, aku dapat melihat rerumputan hitam yang tidak begitu lebat di pangkal pahanya.
Saat itu setan-setan memberi petunjuk kepadaku. Mengapa dia membiarkan pintunya sedikit terbuka seperti ini? Setelah menyaksikan aku bermain cinta dengan istriku, tidak mustahil kalau dia sengaja melakukan ini untuk memancing birahiku. Dia pasti menginginkan aku masuk Dia pasti akan senang hati menyambut kalau aku menyergap tubuhnya di pagi yang dingin seperti ini?
Ketika kemudian dia meremas-remas sendiri kedua payudaranya yang montok, sementara mukanya menengadah dengan mata terpejam, aku benar-benar tidak tahan lagi. Batang kemaluanku seakan berontak saking keras dan panjang, menuntut dilampiaskan hasratnya. Tanganku langsung meraih handle karena aku sudah memutuskan untuk masuk.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar anakku menangis. Aku jadi sadar, lekas-lekas aku masuk ke kamar anakku. Tak lama kemudian Intan menyusul, dia mengenakan daster batik yang terbuka pada bagian pundak. Kurang ajar, pikirku, anak ini tahu betul dia punya tubuh indah. Otomatis batang kemaluanku mengeras kembali, tapi kutahan nafsuku dengan susah payah.
Alhasil, pagi itu tidak terjadi apa-apa. Aku keluar rumah untuk menghindari Intan, atau lebih tepatnya, untuk menghindari nafsu birahiku sendiri. Hampir tengah malam, baru aku pulang. Aku membawa kunci sendiri, jadi kupikir, Intan tidak akan menyambutku untuk membukakan pintu. Aku berharap gadis itu sudah tidur agar malam itu tidak terjadi hal-hal yang negatif.
Tetapi ternyata aku keliru. Intan membukakan pintu untukku. Dia mengenakan daster yang tadi pagi.
Daster batik itu berpotongan leher sangat rendah, sehingga punggungnya yang putih terbuka, membuat darahku berdesir-desir. Lebih-lebih belahan buah dadanya sedikit mengintip, dan sebagian tonjolannya menyembul. Rambutnya yang ikal sebahu agak awut-awutan. Aku lekas-lekas berlalu meninggalkannya, padahal sejujurnya saat itu aku ingin sekali menyergap tubuh montoknya yang merangsang.
Sengaja aku mengurung diri di dalam kamar sesudah itu. Tapi aku benar-benar tidak dapat tidur, bahkan pikiranku terus menerus dibayangi wajah manis Intan dan seluruh keindahan tubuhnya yang mengundang. Entah berapa lama aku melamun, niatku untuk meniduri Intan timbul-tenggelam, silih berganti dengan rasa takut dan malu. Sampai tiba-tiba aku mendengar suara orang meminta-minta tolong dengan lirih?
Tanpa pikir panjang, aku langsung melompat dari ranjang dan segera berlari ke arah suara. Ternyata itu suara Intan. Sejenak aku berhenti di muka pintu kamarnya, tetapi entah mengapa, kini aku berani masuk.
Kudapati Intan tengah meringkuk di sudut ranjang sambil merintih-rintih lirih. Aku tercekat memandangi tubuhnya yang setengah telanjang. Daster yang dikenakannya tersingkap di sana-sini, memamerkan kemulusan pahanya dan sebagian buah dadanya yang montok. Sejenak aku mematung, menikmati keindahan tubuh Intan yang tergolek tanpa daya di hadapanku, di bawah siraman cahaya lampu kamar yang terang benderang. Otomatis kelelakianku bangkit. Hasratku kian bergelora, nafsu yang tertahan-tahan kini mendapat peluang untuk dilampiaskan. Dan setan-setan pun membujukku untuk langsung saja menyergap. Dia tidak akan melawan, batinku. Jangan-jangan malah senang, karena memang itu yang dia harapkan... Kuteguk liurku berulang-ulang sambil mengatur nafas. Untuk sesaat aku berhasil mengendalikan diri. Kuraih pundak Intan, kuguncang-guncang sedikit agar dia terbangun.
Gadis itu membuka mata dengan rupa terkejut. Posisinya menelentang kini, sementara aku duduk persis di sisinya. Jantungku bergemuruh. Dengan agak gemetar, kutepuk-tepuk pipi Intan sambil berupaya tersenyum kepadanya.
Kamu ngigo yaa?? godaku. Intan tersipu.
Eh, Bapak! Intan mimpi serem, Pak!
Suaranya lirih. Gadis itu bangkit dari tidurnya dengan gerakan agak menggeliat, dan itu malah membuat buah dadanya semakin terbuka karena dasternya sangat tidak beraturan. Aku jadi semakin bernafsu.
Mimpi apaan, Tan?? tanyaku lembut.
Diperkosa! jawab Intan sembari menunduk, menghindari tatapanku.
Diperkosa siapa??
Orang jahat! Rame-rame!
Oooh kirain diperkosa saya!
Kalau sama Bapak mah nggak serem!
Aku jadi tambah berdebar-debar, birahiku semakin membuatku mata gelap. Kurapikan rambut Intan yang kusut. Gadis itu menatapku penuh arti. Matanya yang bulat memandangku tanpa berkedip. Aku jadi semakin nekad.
Kalau sama saya nggak serem?? tanyaku menegaskan dengan suara agak berbisik sambil mengusap pipi Intan. Babu manis itu tersenyum.
Entah siapa yang memulai, tahu-tahu kami sudah berciuman. Aku tidak peduli lagi. Kusalurkan gejolak birahi yang selama ini tertahan dengan melumat bibir Intan. Dia membalas dengan tak kalah panas dan bernafsu. Dia bahkan yang lebih dahulu menarik tubuhku sehingga kami rebah di atas ranjang sembari terus berciuman.
Tanganku lasak meremas-remas buah dada Intan. Kupuaskan hasratku pada kedua gundukan daging kenyal yang selama beberapa hari terakhir ini telah menggodaku. Intan pun tak tinggal diam. Sambil terus membalas lumatanku pada bibirnya, tangannya merayap ke balik celana pendek yang kukenakan. Pantatku diusap-usap dan diremasnya sesekali dengan lembut.
Ketika ciuman terlepas, kami berpandangan dengan nafas memburu. Intan membalas tatapanku dengan agak sayu. Bibirnya merekah, seakan minta kucium lagi. Kusapu saja bibirnya yang indah itu dengan lidah. Dia balas menjulurkan lidah sehingga lidah kami saling menyapu. Kemudian seluruh permukaan wajahnya kujilati. Intan diam, hanya tangannya yang terus merayap-rayap di balik celana dalamku.
Aku jadi tambah bernafsu. Lidahku merambat turun ke leher. Intan menggelinjang memberi jalan. Terus kujilati tubuhnya yang mulai berkeringat. Intan menggelinjang hebat ketika buah dadanya kujilati. Geliii... desisnya sambil mengikik-ngikik, dan itu malah membuatku tambah bernafsu.. Daging-daging bulat montok itu terus kujilati, kukulum putingnya, kusedot-sedot dengan rakus, tentunya sambil kuremas-remas dengan tangan.
Payudara Intan yang lembut kurasa semakin mengeras, pertanda birahinya kian meninggi. Lebih-lebih putingnya yang mungil berwarna merah jambu, telah amat keras seperti batu. Aku jadi semakin bersemangat. Sesekali mulutku merayap-rayap menciumi permukaan perut, pusar dan turun mendekati selangkangannya.
Intan mulai merintih dan meracau, sementara tangannya mulai berani meraba batang kemaluanku yang telah menegang sedari tadi. Kurasakan pijitannya amat lembut, menambah rangsangan yang luar biasa nikmat. Aku tidak tahan, tanganku balas merayap ke balik celana dalamnya. Intan mengangkang, pinggulnya mengangkat. Kugosok celah vaginanya dengan jari. Basah.. Dia mengerang agak panjang ketika jari tengahku menyelusup ke dalam liang vaginanya, batang penisku digenggamnya erat dengan gemas. Aku semakin tidak tahan, maka kubuka celana pendek dan celana dalamku sekaligus.
Intan langsung menyerbu begitu batang kemaluanku mengacung bebas tanpa penutup apa pun lagi. Dengan posisi menungging, digenggamnya batang kemaluanku, lalu dijilat-jilatnya ujungnya seperti orang menjilat es krim. Tubuhku seperti dialiri listrik tegangan tinggi. Bergetar, nikmat tak terkatakan.
Intan udah tebak, pasti punya Bapak gede, desis Intan tanpa malu-malu.
Isep, Tan! kataku memberi komando.
Tanpa menunggu diminta dua kali, Intan memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya.
Enak, Tan.. enak banget.. aku mendesis lirih, sementara tubuhku menggeliat menahan nikmat.
Intan semakin bersemangat mengetahui betapa aku menikmati hisapannya pada penisku. Batang kemaluanku dikocok-kocoknya dengan amat bernafsu sementara mulutnya mengulum dengan gerakan maju mundur. Sesekali lidahnya menjulur menjilat-jilat. Pintar sekali.
Belakangan baru kuketahui bahwa Intan itu seorang janda. Dia dipaksa kawin sejak usia 14 dengan lelaki berumur yang cukup kaya di desa. Ternyata suaminya seorang pemabuk, penjudi, dan mata keranjang. Satu-satunya yang disukai Intan dari lelaki itu adalah keperkasaannya di atas ranjang. Hanya itu yang membuatnya sanggup bertahan empat tahun berumah tangga tanpa anak. Baru setahun yang lalu suaminya meninggal, sehingga statusnya kini resmi menjadi janda.
Pantas saja nafsunya begitu besar. Dia mengaku bahwa hasrat seksualnya langsung bangkit kembali sejak pertama kali bertemu aku. Kenangan-kenangannya tentang kenikmatan bermain cinta terus menggodanya, sehingga diakuinya bahwa sejak hari itu dia terus berusaha untuk menarik perhatianku.
Nafsu yang menggebu-gebu, serta hasrat yang terpendam berhari-hari, membuat gadis itu menjadi liar tak terkendali. Sambil terus mengulum dan menjilat-jilat batang kemaluanku, tubuhnya beringsut- ingsut hingga mencapai posisi membelakangi dan mengangkangi tubuhku. Pantatnya yang bulat, besar seperti tampah, tepat berada di depan wajahku. Kuusap-usap pantatnya, lalu kuminta lebih mendekat sambil kuturunkan celana dalamnya. Dia menurut, diturunkannya pinggulnya hingga aku dapat mencium selangkangannya.
Terdengar dia mendesis begitu kujulurkan lidahku menyapu permukaan liang vaginanya yang merekah basah. Kedua pahanya mengangkang lebih lebar, sehingga posisi pinggulnya menjadi lebih ke bawah mendekati mukaku. Kini aku lebih leluasa mencumbu kemaluannya, dan aku tahu, memang itu yang diharapkan Intan.
Kusibakkan bulu-bulu halus di seputar selangkangan babu cantik yang ternyata mempunyai libido besar itu. Kugerak-gerakkan ujung lidahku pada klitorisnya. Kuhirup baunya yang khas, lalu kukenyot bibir vaginanya dengan agak kuat saking bernafsu. Intan merintih. Tubuhnya sedikit mengejang, hisapannya pada kemaluanku agak terhenti.
Jangan berhenti dong, Taann, desisku sambil terus menjilat-jilat vaginanya.
Intan keenakan, Pak.. jawab Intan terus terang. Lalu kembali dia mengulum sambil mengocok-ngocok batang kemaluanku. Dengan bernafsu dia terus berusaha menjejal-jejalkan batang penisku sepenuhnya ke dalam mulutnya, tetapi tidak pernah berhasil karena ukuran tongkat wasiatku itu memang cukup luar biasa, gemuk dan panjangnya hampir 20 cm.
Aku membalas dengan merekahkan mulut vaginanya dengan kedua tangan. Lubang surgawi itu menganga lebih lebar, maka kujulurkan lidahku lebih ke dalam. Intan membalas lagi dengan menghisap-hisap batang kemaluanku lebih cepat dan kuat. Aku tak mau kalah, kutekan pantatnya hingga kemaluannya menjadi lebih rapat pada mukaku, lalu kujilat dan kuhisap seluruh permukaan liang kemaluannya.
Ooooohhh.. Intan nggak kuattt.. terdengar Intan mengerang tiba-tiba. Aku tak peduli. Aku justru jadi semakin bersemangat dan bernafsu mencumbu kemaluan Intan. Gadis itu juga kian liar. Tangan dan mulutnya semakin luar biasa cepat mengerjai batang kemaluanku, sementara tubuhnya menggeliat -geliat tak terkendali. Aku tahu birahinya telah teramat sangat tinggi, maka kukomandoi dia untuk rebah menelentang, lalu segera kutindihi tubuh montoknya.
Enak, Tan?? tanyaku.
Enak banget, Pak. Intan nggak tahan..
Kamu mau yang lebih enak, kan??
Ya mau, dong.. Intan nampak masih sedikit malu-malu, tapi jelas dia tidak dapat lagi mengontrol nafsunya. Wajahnya yang biasanya lugu, kini nampak sebagai perempuan berpengalaman yang sedang haus birahi.
Kamu pernah ngentot, Tan?? tanyaku lembut, takut dia tersinggung. Tapi dia malah tersenyum, cukup bagiku sebagai pengakuan bahwa dia memang sudah pernah melakukan itu.
Kamu mau?? tanyaku lagi. Intan menutup matanya sekejap sebagai jawaban.
Buka dulu dasternya, ya?
Dalam sekejap, Intan telah bertelanjang bulat. Aku juga membuka kaos, sehingga tubuh kami sama-sama bugil. Polos tanpa sehelai benang pun. Intan memintaku mematikan lampu kamar, tapi aku menolak. Aku justru senang menonton keindahan tubuh Intan di bawah cahaya lampu yang terang benderang begitu. Malu, ah, Pak.. kata Intan dengan nada manja, sementara aku memandangi sepasang payudaranya yang bulat, besar dan padat. Saya naksir ini sejak pertama kamu masuk, kataku terus terang sambil mengecup puting susunya yang sebelah kanan, disusul dengan yang sebelah kiri.
Intan tau, jawab Intan tersipu. Tapi Intan pikir, Bapak mana mau sama Intan !
Sejak hari pertama, saya udah ngebayangin beginian sama kamu.
Kok sama sih?! Intan juga..
Bohong!?
Sumpah! Apalagi abis liat Bapak gituan sama Ibu.. Seru banget, Intan jadi ngiri..
Kamu ngintip, ya??
Bapak juga tau, kan??
Sambil berkata begitu, tangan kanan Intan menggenggam batang penisku. Kedua pahanya mengangkang memberi jalan dan pinggulnya mengangkat sedikit. Digosok-gosokkannya ujung batang kemaluanku pada mulut vaginanya yang semakin basah merekah.
Aku membalas dengan menurunkan pinggulku sedikit. Saat itu di benakku terlintas wajah istri dan anakku, tetapi nafsu untuk menikmati surga dunia bersama Intan membuang jauh-jauh segala keraguan. Bahkan birahiku semakin bergelora begitu aku memandang wajah Intan yang telah sedemikian sendu akibat birahi.
Paaak.. terdengar desis suara Intan memanggilku teramat lirih. Kedua tangannya mengusap-usap sambil sedikit menekan pantatku, sementara batang penisku telah penetrasi sebagian ke dalam vaginanya.
Kutekan lagi pinggulku lebih ke bawah. Batang penisku bergerak masuk inci demi inci. Kurasakan Intan menahan nafas. Kutahan sejenak, lalu perlahan justru kutarik sedikit pinggulku. Intan membuang nafas. Kedua tangannya mencengkeram pantatku. Aku mengerti, kutekan lagi pinggulku. Kembali Intan menahan nafas. Dua tiga kali kuulang seperti itu. Setiap kali, kemaluanku masuk lebih dalam dari sebelumnya. Dan itu membuat Intan keenakan. Dia mengakuinya terus terang tanpa malu-malu. Bapak pinter banget, desisnya sambil mencubit pantatku, sesaat setelah aku menekan semakin dalam. Batang penisku telah hampir amblas seluruhnya. Intan cukup sabar menikmati permainanku, tetapi akhirnya dia tidak tahan.
Intan rasanya kayak terbang.. dia meracau.
Kenapa??
Enakh.. Masukin semua atuh, Paak supaya lebih enak.. Berkata begitu, tiba-tiba kedua tangannya merangkul dan menarik leherku. Diciuminya mukaku dengan penuh nafsu.
Intaaannnn .. bisikku sambil membalas menjilat-jilat permukaan wajahnya.
Paak..
Aku jadi ikut-ikutan tidak tahan, ingin segera menuntaskan permainan. Maka dengan agak kuat kutekan pantatku dalam-dalam, sehingga batang kemaluanku terbenam sepenuhnya di liang vagina Intan. Anak itu mengerang lirih, Ssshhh.. aaaahhhh.. sssssssshhhh.. aaaaaaaahhhh..
Dalam beberapa menit, kami bersanggama dalam posisi konvensional. Aku di atas, Intan di bawah. Itu pun sudah teramat sangat luar biasa nikmat. Ternyata Intan pintar sekali. Pinggulnya dapat berputar cepat seperti gasing, mengimbangi gerakan penetrasiku pada vaginanya. Setengah mati aku mengatur gerakan sembari terus mengendalikan kobaran birahiku. Kadang aku menekan dengan gerakan lembut satu-dua, sesekali kucepatkan dan kukuatkan seakan hendak menjebol dinding vagina Intan. Rupanya Intan termasuk type perempuan yang sangat panas dan liar dalam bermain cinta. Itulah justru yang kelak membuatku demikian tergila-gila kepadanya sampai-sampai tidak dapat lagi menghentikan perselingkuhan kami. Setiap kali aku berniat berhenti, bayangan erotisme Intan membuatku justru ingin mengulang-ulangnya kembali.
Tubuhnya tidak pernah berhenti bergoyang, seiring dengan erangan dan desahannya. Setiap kali aku menekan kuat-kuat, dia justru mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga kemaluan kami menyatu serapat-rapatnya. Bila aku menekan dengan gerakan lembut satu-dua, dia mengimbangi dengan menggoyangkan pinggulnya seperti penari jaipong. Nikmatnya tak dapat kulukiskan dengan kata-kata..
Aku merasa dinding pertahananku hampir jebol. Kenikmatan luar biasa yang kurasakan dari perlawanan Intan yang erotis sungguh tidak tertahankan lagi. Padahal baru beberapa menit. Aku segera mengendalikan diri, kutarik nafas panjang-panjang, lalu kutarik tubuhku dari tubuh Intan .
Aku menelentang, dan kuminta Intan menaiki tubuhku. Dia menurut. Dengan gerakan yang sangat cepat, dia segera nangkring di atas tubuhku. Diraihnya batang kemaluanku yang terus mengacung keras seperti tugu batu, dan diarahkannya kembali pada liang vaginanya.
Keringat menetes-netes dari wajahnya yang manis. Kuraih sepasang payudaranya yang bergelantung bebas, kuremas dan kuputar-putar dengan lembut. Intan mendesah sambil menekan pinggulnya agar batang kemaluanku melesak lebih dalam.
Nggghhh.. sshhhh.. aahhhh.. kembali dia merintih dan mendesah.
Kenapa, Tann??
Ennaakh.. enak.. Paak.
Kamu pinter.?
Bapak yang pinter! Intan bisa ketagihan kalau enak begini. Intan pingin ngentot terus sama Bapak..
Kita ngentot terus tiap hari, Tan??
Bapak mau??
Asal Intan mau.
Intan mau banget atuh, Pak. Enak banget ngentot sama Bapak..
Ayo, genjot, Tan.. Kita main sampai pagi!
Intan segera bergoyang lagi. Tubuhnya bergerak erotis naik-turun, maju-mundur, kiri-kanan, ditingkahi rintihan dan desahannya yang penuh nafsu. Aku diam saja, hanya sesekali kuangkat pantatku agar kemaluan kami bertaut lebih rapat. Akibatnya aku jadi lebih mampu bertahan. Dalam posisi seperti itu, aku tahu bahwa perempuan biasanya akan lebih cepat mencapai klimaks. Memang itu yang kuharapkan.
Perhitunganku tidak salah. Tidak terlalu lama, goyangan Intan semakin erotis dan menggila. Naik- turun, maju-mundur, dengan kecepatan yang fantastis. Erangan dan rintihannya pun semakin tidak terkendali. Aku jadi semakin bersemangat karena mengetahui dia akan segera mencapai orgasme.
Paaak.. adduuh.. enak banget.. enak banget.. enak, Pak.. yah yah.. Intan enak.
Saya juga enak, Tan.. teruuusss..
Oooohhh.. enak banget siihhh.. adduuuhhh.. adduuhh..
Terus, Tan.. enak banget.. enak ngentotnya, Tann..
Enakh.. Intan seneng ngentot sama Bapak, tongkol Bapak enak..
Memiaw kamu gurih Tan
Ooohhhh.. yah.. yah.. yah.. Intan mau keluar, Paak.. Intan nggak kuatt..
Tubuh Intan mengejang pada saat dia mencapai orgasme. Kepalanya mendongak jauh ke belakang. Mulutnya mengeluarkan rintihan panjang sekali. Saat itu kurasakan liang vaginanya berdenyut-denyut, menambah kenikmatan yang fantastis pada batang kemaluanku.
Setelah itu dia menelungkup lunglai di atas tubuhku. Nafasnya memburu setelah menempuh perjalanan panjang yang membawa nikmat bersamaku. Kubiarkan sejenak dia menenangkan diri sementara kemaluan kami masih terus bertaut rapat. Sesaat kemudian, baru kok.
Sejenak kami berciuman. Dapat kurasakan jantung Intan masih bergemuruh, pertanda birahinya memang masih tinggi. Kuusap-usap pantatnya yang telanjang sementara kami berciuman rapat. Kemudian kugulingkan tubuhku, sehingga Intan kembali berada di bawah.
Kucabut batang kemaluanku dari vagina Intan. Dia menatapku dengan rupa tidak mengerti. Kuberikan dia senyuman, lalu kuminta dia menelungkup. Intan mengerti sekarang, maka lekas-lekas dia menelungkup sambil cekikikan.
Nungging, Tan.. kataku memberi komando.
Intan mengangkat pinggulnya hingga menungging seperti permintaanku. Aku dapat melihat mulut vaginanya yang merekah dari belakang. Kudekatkan mukaku, kucium mulut vaginanya, dan kupermainkan klitorisnya sejenak dengan ujung lidah. Intan merintih lirih, pantatnya mengangkat lebih tinggi sehingga mulut vaginanya merekah lebih lebar di depan mukaku. Kumasukkan lidahku lebih dalam, kemudian kusedot mulut vaginanya sampai berbunyi.
Bapak emang pinter banget, desis Intan sembari menggelinjang menahan nikmat.
Kita tancap lagi ya Tan sampai pagi..
Aku berlutut di belakang tubuh Intan yang menungging. Pantatnya mencuat tinggi ke belakang guna memudahkanku menusuk kemaluannya. Kedua tangannya mencengkeram sprei yang kusut. Kepalanya terkulai. Kudengar dia mendesah lirih ketika batang kemaluanku perlahan menerobos masuk lewat belakang.
Kedua tanganku mencengkeram pantat Intan. Sejenak aku berhenti. Intan menoleh ke belakang karena tidak sabar. Kutekan lagi perlahan-lahan, sehingga dia kembali mengerang dengan kepala terkulai ke depan. Aku berhenti lagi. Kuusap-usap pantatnya, kucengkeram agak kuat, lalu kurekahkan dengan kedua tangan. Intan menoleh lagi ke belakang.
Tepat pada saat itu aku menekan kuat-kuat. Deg..! Tubuh Intan sampai terdorong ke depan. Dia langsung membalas memundurkan pantatnya, diputar-putar, berusaha keras agar batang penisku masuk lebih dalam. Agak susah karena ukurannya super king.
Kembali dia menoleh ke belakang. Kutekan lagi kuat-kuat! Kini Intan sudah siap. Bersamaan dengan gerakanku, dia menyambut dengan mendorong pantatnya kuat-kuat ke belakang. Slep! Batang kemaluanku menyeruak masuk. Kutahan sejenak, lalu kudorong lagi sekuat-kuatnya. Intan kembali menyambut dengan gerakan seperti tadi. Kali ini dia mengerang lebih keras karena batang penisku masuk hingga menyentuh dinding rahimnya.
Sakit, Tan?? tanyaku.
Nggak.. malah enak, terusin Paak.. Intan belum pernah main kayak gini.
Sambil menikmati bertautnya kemaluan kami, kupeluk erat tubuh Intan dari belakang. Kuciumi tengkuknya. Intan berusaha menoleh-noleh ke belakang, berharap aku menciumi bibirnya. Sesekali kuturuti permintaannya sambil meremas-remas kedua buah dadanya yang memuai semakin montok.
Kugerak-gerakkan pinggulku dengan irama lembut dan teratur, kunikmati bertautnya kemaluan kami dalam posisi anjing kawin sembari menciumi tengkuk dan leher Intan. Gadis itu menggeliat-geliatkan tubuhnya, pinggulnya bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan.
Beberapa menit kemudian, nafas Intan mulai memburu kembali. Itu pertanda birahinya mulai meninggi, mendaki puncak kenikmatannya kembali. Maka aku mulai mengambil posisi. Kedua tanganku berpegangan pada pinggang Intan, sementara dia pun mengatur posisi pinggulnya supaya lebih memudahkan aku. Setelah itu dia menoleh ke belakang memandangiku. Tatapannya amat sayu, dan aku tahu, itulah tatapan perempuan yang sedang tinggi birahinya.
Aku mulai bergerak maju mundur. Satu dua, dengan irama teratur. Nafas Intan semakin kencang terdengar, seiring dengan semakin kuatnya hunjaman batang kemaluanku pada liang vaginanya. Aku memompa terus. Semakin lama semakin cepat dan kuat. Intan semakin terengah-engah. Tubuhnya berguncang-guncang, sesekali sampai terdorong jauh ke depan, tapi tidak sampai terlepas karena kutahan pinggangnya dengan kedua tangan.
Tubuh kami yang telanjang bulat dibanjiri peluh. Lebih-lebih Intan, keringatnya menciprat ke mana- mana karena tubuhnya berguncang-guncang. Itulah bagian dari erotisme Intan yang sangat aku suka. Belum pernah aku merasakan sensasi bersetubuh yang senikmat ini. Kurasakan ejakulasiku telah dekat, tapi kutahan sebisaku karena aku belum ingin segera menyudahi kenikmatan yang tiada tara ini. Kugigit bibirku kuat-kuat, sementara hunjaman penisku terus menguat dengan irama yang super cepat.
Intan semakin erotis. Nafasnya liar seperti banteng marah, erangannya bercampur dengan rintihan- rintihan jorok tiada henti.
Ooohh.. aaahhh.. ohhh.. aahhhh.. teruuss.. Paak.. teruuusssss..
Intan enak.. enak banget.. adduuuh, Maak, Intan lagi keenakan nih, Maak.. oohhh.. aaahh..
Terus, Paak.. yah.. yahhh.. adduuuuh.. sssshhh.. Maaak... Intan lagi ngentot nih, Maak..
Enaknyahhh.. adduuuhhh.. ooohh.. yaahhh.. yaahhhhhhh terruuuusssss..
Suara Intan keras sekali, tapi aku tidak peduli. Justru mendatangkan sensasi yang menambah nikmat. Toh tidak ada siapa-siapa di rumah ini, kecuali anakku yang sedang tidur lelap. kucepatkan dan kukuatkan sodokan-sodokanku. Intan semakin tidak terkendali. Orgasmenya pasti sudah dekat, seperti aku juga.
Ketika kurasakan ejakulasiku telah semakin dekat, kucabut tiba-tiba penisku dari dalam liang surgawi Intan. Dengan gerak cepat, kubalikkan posisinya hingga menelentang, lalu secepat kilat pula kutindih tubuhnya dan kumasukkan kembali batang penisku. Intan menyambut dengan mengangkat pinggul agak tinggi, kedua pahanya mengangkang selebar-lebarnya memberi jalan.
Vaginanya telah teramat sangat basah oleh lendir sehingga memudahkan batang penisku segera masuk. Tapi tetap saja aku harus menekan agak kuat karena mulut vaginanya kecil seperti perawan, sementara batang kemaluanku besar dan keras seperti pentungan kayu.
Kurasakan spermaku telah menggumpal di ujung batang kemaluanku, siap untuk dimuntahkan. Kulihat Intan pun sudah hampir mencapai klimaks. Maka, langsung saja kutancap lagi, cepat, kuat, dan kasar. Intan menjerit-jerit mengiringi pencapaian puncak kenikmatannya.
Ssshhh.. aaahhh.. oooooohhh.. tongkol Bapak enak banget siiihhh..
Adduuhhh.. terruuusss.. yaaaaahhh..
Enak, Tan??
Enak bangeet.. Intan mau ngentot terus kalau enak begini.. tongkol Bapak lezat
Addduhhhh.. tuuhh.. tuuhh.. adduhhh.. enak banget siiihhh..
Puter terus, Taann.. yah.. yah..
Ohhh.. enak banget, Paak.. enak bangeettt.. Intan doyan tongkol Bapak, enak ngentot dengan Bapak
Intan pingin ngentot terussss.. addduuuhhhh.. enaknyaahhhh..
Saya hampir keluar, Tan..
Intan juga, Pak.. bareng.. bareng.. yahh.. teruusss sodok.. yahhhh..
Terrrussss.. yahhh.. terusss.. sedaaap.. asyiiik.. yah.. gituuhhh.. yahhh.. yahhh.. oooooohhh..
Intan mengejang lagi, dia mencapai orgasmenya yang kedua. Pinggulnya terangkat setinggi-tingginya, sementara kedua tangannya memeluk tubuhku luar biasa erat. Pada detik bersamaan, aku pun mencapai puncak kenikmatanku. Air maniku menyembur-nyembur banyak sekali di dalam rongga vagina Intan. Bibir kemaluannya serasa berkedut-kedut menghisap batang kemaluanku hingga spermaku muncrat berkali-kali dan keluar sampai tetes terakhir. Luar biasa, sungguh belum pernah kurasakan nikmatnya bersetubuh seperti ini.
Kami terdiam dengan tubuh menelentang sesudah itu. Hanya desah nafas kami yang tersisa di tengah- tengah keheningan. Mataku tertuju pada jam dinding. Hampir pukul empat. Entah berapa jam aku telah menghabiskan waktu, mereguk kenikmatan bersama pembantu bernama Intan ini.
Pikiran warasku mulai kembali. Apa yang telah kulakukan.. Mendadak muncul penyesalan di dalam hati, tetapi jujur harus kuakui betapa aku teramat sangat luar biasa menikmati perilaku yang gila ini.
Rupanya Intan pun mengalami gejolak perasaan serupa. Mulanya dia sangat menyesali perbuatan kami barusan, dia menangis terisak-isak sambil memiringkan tubuh membelakangiku. Aku sempat ketakutan.
Kamu kenapa, Tan?? bisikku sambil merangkulnya dari belakang.
Intan malu.. jawab Intan di tengah isaknya yang semakin menjadi. Perlahan kubalikkan badannya. Lalu kupeluk dia erat-erat tanpa berkata apa pun, sampai tangisnya reda.
Berpelukan dalam keadaan bugil dengan gadis semanis Intan tentu saja membuat birahiku terangsang kembali. Batang kemaluanku mulai bangkit mengeras. Namun perkataan Intan membuatku tersadar. Seharusnya aku yang malu. Maka tanpa berkata berkata-kata lagi, kutinggalkan Intan seorang diri. Dalam hati aku bertekad untuk tidak akan pernah mengulang perbuatanku tadi.
Aku tidur nyenyak sekali sampai hampir pukul sebelas. Perjalanan panjang mendaki puncak kenikmatan membuat tidurku seperti orang mati. Tubuhku terasa segar sekali sesudah itu.
Kudapati Intan tengah bermain dengan anakku Devin di ruang keluarga. Mengetahui aku sudah bangun, dia segera menyiapkan sarapan untukku, kopi susu hangat, roti isi kornet kesukaanku, serta dua butir telur ayam setengah matang. Walaupun dia tidak berkata apa pun, kurasakan kemesraan yang luar biasa dalam pelayanannya itu. Darahku kontan berdesir-desir. Apalagi saat itu dia mengenakan daster longgar yang amat pendek. Pahanya yang putih mulus serta tonjolan buah dadanya yang super montok membuatku hampir tidak tahan ingin memeluknya. Berani bertaruh, dia juga merasakan hasrat yang sama denganku.
Tapi aku sudah bertekad bulat untuk mengalahkan nafsuku sendiri. Kualihkan pikiran jorokku dengan berkonsentrasi membaca koran mingguan sembari menyantap sarapan yang disediakan Intan. Sesudah itu lekas-lekas aku pergi mandi. Aku harus menghindari kesempatan berduaan dengan Intan. Maka, siang itu aku pergi membawa Devin ke rumah mertuaku.
Nggak makan siang dulu?? tanya Intan perlahan sekali, suaranya seperti orang yang sangat merasa bersalah. Aku jadi kasihan. Seharusnya dia tidak perlu salah tingkah seperti itu, tetapi aku tidak mau membahasnya karena takut berdampak negatif.
Devin bermain dengan riang gembira di rumah neneknya. Banyak yang menemani dia di sana. Aku jadi bebas beristirahat, tapi itu malah membuat banyak peluang untuk mengingat-ingat dan melamunkan Intan. Sambil rebahan menatap langit-langit kamar, aku terbayang pada keindahan tubuh babu itu. Aku ingat bagaimana sexy-nya dia ketika mengenakan t-shirt ketat.. Buah dadanya membusung, memamerkan ukurannya yang besar serta bentuknya yang bulat. Lalu terbayang ketika sepasang payudara itu telah kutelanjangi. Benar-benar montok dan bagus. Lingkar dadanya tidak besar, karena tubuh anak itu memang relatif mungil, tetapi bulatannya luar biasa montok dan kenyal..
Otomatis aku jadi membayangkan keseluruhan tubuh Intan yang telanjang. Anak itu mungil, tetapi dagingnya kenyal dan padat. Aku paling suka dadanya, tetapi yang lain-lain pun indah sekali. Kulitnya luar biasa halus mulus, putih seperti susu. Pinggul dan pantatnya besar, kontras dengan pinggangnya yang ramping. Terakhir, yang membuat darahku serasa bergolak dan mulai memanas adalah bayangan indah kemaluan Intan, bentuknya yang tebal menggunung, bulu-bulu hitam keritingnya yang tidak terlalu lebat, sampai belahannya yang merah merekah dibasahi cairan lendir pelumas, dihiasi klitoris yang menyembul-nyembul. Ahhh, aku tidak dapat lagi menghentikan lamunanku. Kucoba-coba membaca majalah untuk mengusir jauh-jauh bayangan Intan, tapi tidak berhasil. Batang kemaluanku yang sudah telanjur naik tidak mau turun-turun lagi. Aku jadi resah. Alih-alih bisa melupakan Intan, aku justru teringat betapa erotisnya dia ketika tengah kusetubuhi semalam.
Semua tergambar jelas di benakku, seakan-akan videonya diputar di langit-langit kamar. Birahiku naik semakin tinggi, teringat bagaimana tubuh telanjang Intan menggelepar- gelepar menikmati hunjaman batang penisku pada vaginanya. Juga erangan-erangannya yang jorok. Aku benar-benar tidak tahan.
Tiba-tiba otakku mengkalkulasi waktu. Saat ini baru pukul satu lewat sedikit. Kalau kutinggalkan Devin di rumah ini, lalu kujemput lagi nanti malam, maka aku akan punya waktu bebas setidaknya delapan jam bersama Intan!
Dengan kesadaran penuh, kumatikan akal sehatku. Aku pulang sendirian. Tentu saja Intan yang membukakan pintu pagar karena memang tidak ada orang lain lagi di rumah. Mengetahui tidak ada Devin, dia memandangku dengan mata berbinar-binar. Aku pura-pura tidak tahu. Belakangan Intan mengakui bahwa saat itu dia girang sekali karena memang dia tengah mengharapkan aku datang sendirian tanpa Devin. Sepanjang pagi dia menyesali apa yang telah kami lakukan semalam, tetapi sama seperti aku, ujung-ujungnya dia mengharapkan itu terulang kembali.
Rasa gengsi membuatku berusaha mengendalikan diri agar perasaanku tidak nampak. Aku tidak ingin Intan tahu bahwa aku ketagihan menidurinya. Dengan diam, aku langsung berlalu masuk kamar. Aku berharap Intan masuk, tetapi ternyata tidak. Lalu aku duduk di ruang keluarga menonton TV dengan mengenakan celana pendek dan kaos singlet. Kudengar suara Intan di dapur, kesal sekali rasanya karena dia tidak datang menemuiku. Apakah dia benar-benar menyesal sehingga tidak ingin mengulangi kenikmatan itu lagi?
Karena tidak tahan, akhirnya kupanggil dia. Dalam hati aku bertekad, biar aku mengalah, tapi nanti akan kubuat dia merengek-rengek.
Intan berjalan dengan mata menunduk menghampiriku. Batang penisku langsung bangun mengeras, tapi aku tetap tenang. Kupersilakan Intan duduk, setelah itu baru aku bicara.
Tan, saya mau ngomong jujur sama kamu.?
Ngomong apa, Pak??
Soal tadi malem, saya terus terang nyesel, Tan. Saya malu. Saya pikir, seharusnya kita nggak ngelakuin itu.
Iya, apalagi Intan, malu banget sama Bapak.
Saya kepingin ngelupain itu, Tan. Sejak tadi pagi, saya niat untuk nggak ngelakuin itu lagi. Dengan kamu, atau dengan siapapun selain istri saya. Tapi..
Intan mengangkat wajah menunggu aku menyelesaikan kalimat.
Tapi apa, Pak?? Dia penasaran. Aku tersenyum, lalu perlahan kuturunkan celana pendek beserta celana dalamku sekaligus. Batang kemaluanku langsung berdiri tegak tanpa penghalang.
Adik saya ini nggak mau disuruh ngelupain kamu! kataku. Kontan muka Intan memerah, kemudian dia tersenyum malu-malu. Tanpa kusuruh, dia bangkit lalu berlutut di hadapanku. Cepat dia melucuti celana pendek beserta celana dalamku. Kemudian batang penisku digenggamnya dengan dua tangan. Seperti orang melepas kangen, sekujur tongkat wasiatku itu diciuminya bertubi-tubi, sementara kedua tangannya mengurut-urut dengan lembut. Aku membalas dengan mengusap-usap rambutnya.
Sejenak Intan mengangkat wajah memandangku. Matanya mulai sayu, pertanda dia telah terserang birahi. Kemudian lidahnya menjulur panjang. Topi bajaku dijilatnya dengan satu sapuan lidah. Aku menggelinjang. Otomatis batang penisku mengedut, dan gerakan itu rupanya menambah gemas Intan. Lidahnya jadi semakin lincah menjilat-jilat. Buah zakarku pun kebagian. Aku semakin tidak kuat menahan nikmatnya. Kedua pahaku mengangkang lebih lebar, pinggulku mengangkat sedikit, dan itu dimanfaatkan Intan untuk terus menjilat-jilat sampai ke belahan pantatku. Gila, ternyata rasanya luar biasa nikmat! Belum pernah aku merasakan lubang pantatku dijilat seperti ini.
Enak banget, Tan. Kamu pinter banget, aku mengaku terus terang. Kembali Intan mengangkat wajah memandangku. Matanya semakin sayu. Sejenak dia mencoba tersenyum, ada rasa bangga di wajahnya bisa membuatku keenakan seperti itu. Lalu mulutnya menganga lebar, batang kemaluanku dikulumnya dengan lembut, masuk perlahan-lahan sampai tiga perempatnya.
Gede banget, Pak.. dia mendesis sambil menarik mulutnya dari batang penisku. Intan kepingin masukin semua, nggak bisa. Nggak muat!
Aku tersenyum saja. Kutekan sedikit kepalanya, dia mengerti, kembali batang penisku dimasukkannya ke dalam mulut. Kali ini dijejal-jejalkannya terus, tapi tetap tidak berhasil karena ukurannya yang super besar memang tidak memungkinkan. Matanya memandangku lagi sementara mulutnya terus mengulum sembari mengocok-ngocok batang penisku dengan tangan. Aku memberinya senyuman membuat dia senang.
Pak, Intan juga pingin ngomong jujur, tiba-tiba Intan berkata. Kedua tangannya kembali mengurut-urut batang penisku dengan mesra, sementara matanya sayu menatapku.
Ngomong apa??
Intan sempet malu karena tadi malem Intan kayak orang kesurupan. Intan emang gitu kalo bener-bener keenakan, Pak.
Tapi kamu nggak nyesel, kan??
Ya nggak. Intan cuma malu sama Bapak??
Emangnya enak ya, Tan??
Intan tidak menjawab. Dia berdiri sembari menurunkan sendiri dasternya. Batang penisku kembali mengedut kuat, menyaksikan tubuh Intan menjadi telanjang, tinggal bercelana dalam. Sedari tadi dia memang tidak mengenakan BH. Kuraih tubuhnya agar lebih mendekat dengan melingkarkan kedua tanganku pada pantatnya yang bulat.
Intan menggeliat kecil sementara pantatnya kuusap-usap. Buka ya?? kataku seraya menurunkan celana dalamnya, tanpa menunggu persetujuan. Seketika kemaluannya terpampang telanjang di depan mukaku. Aku menengadah menatap matanya, dan dia tersipu. Mungkin malu, tangannya bergerak hendak menutupi selangkangannya, tapi kucegah. Memiaw kamu bagus.. kataku sambil membelai bulu-bulu hitam kemaluannya. Otomatis pinggulnya meliuk, mungkin dia kegelian. Aku malah tambah senang, gantian lidahku yang mengusap pangkal pahanya. Tentu saja dia semakin kegelian.
Beberapa saat lidahku menari-nari di seputar perut dan pangkal pahanya. Intan menikmati perlakuanku dengan meliuk-liukkan pinggulnya. Kadang berputar perlahan, sesekali didorongnya maju mendesak mukaku. Aku jadi gemas, maka jemariku mulai beraksi. Intan mengangkang sambil menekuk lututnya sedikit ketika dirasakannya jari tengahku menyusup ke belahan vaginanya yang mulai basah.
Dari satu jari, dua jariku masuk, disusul jari ketiga. Intan mulai merintih. Pinggulnya bergerak menjauh, tetapi ketika tusukan jemariku mengendur, dia justru memajukan lagi pinggulnya. Aku jadi semakin hot menggosok-gosok mulut vaginanya dengan jari. Erangan dan desahan Intan mulai menjadi- jadi. Lututnya gemetar, mungkin tidak kuat menahan gelora birahi..
Intan lemess.. desisnya.
Tiba-tiba dia duduk mengangkang di pangkuanku. Tanpa ada rasa sungkan dan malu-malu lagi, leherku dipeluknya erat-erat sembari menyodorkan buah dadanya ke mukaku. Aku jadi gelagapan. Buah dadanya yang montok menutupi hampir seluruh wajahku. Intan mengikik. Dengan gemas, kugigit puting susunya sedikit, sehingga dia mengendurkan pelukannya. Baru aku lebih leluasa. Kuciumi buah dadanya yang sebelah kiri, kujilat dan kukenyot-kenyot putingnya, sementara yang kanan kuremas-remas dengan tangan. Kurasakan payudaranya mulai memuai semakin montok, dan putingnya mulai mengeras.
Sesekali aku juga menciumi sekitar ketiak Intan yang berkeringat. Aku suka bau badannya, harum seperti bayi. Keringatnya kuhisap dan kujilat-jilat. Intan menggelinjang semakin hot.
Beberapa saat kemudian, Intan menggerak-gerakkan pinggul dan meraih batang penisku. Sambil terus menikmati cumbuanku pada buah dadanya, dia berusaha menjejal-jejalkan batang penisku pada mulut vaginanya. Tapi aku pura-pura tidak tahu. Dia mulai kesal, desahannya semakin kuat dengan erangan- erangan tertahan. Batang penisku terus digosok-gosokkannya di belahan vaginanya yang basah, tetapi dia belum berhasil memaksanya masuk.
Kami lalu bertukar posisi. Aku bangkit, Intan duduk. Lalu kurebahkan tubuhnya. Dia melonjorkan sebelah kakinya di lantai, sementara yang sebelah lagi disangkutkannya di sandaran sofa. Posisinya itu membuat kemaluannya merekah, mempertontonkan belahannya yang merah basah. Kelentitnya menyembul. Aku tidak membuang waktu, langsung kucumbu kemaluannya dengan mulut dan lidah. Dia mengerang, Uddaah.. Paak..
Aku tidak peduli karena aku memang masih ingin bermain-main. Intan sendiri mulai tidak terkendali. Tubuhnya mulai menggeliat-geliat dengan irama liar tak beraturan. Nafasnya memburu, mulutnya mengeluarkan desah dan erangan tak henti-henti. Uddahh.. Paak.. uddaaaahhh.. Intan nggak kuaattt..
Mengetahui dia mulai dikuasai birahi, aku justru tambah senang. Pantatnya kuangkat. Intan mengangkang lebih lebar, sehingga kemaluannya semakin merekah. Mulut vaginanya menganga. Kusodokkan lidahku lebih dalam, kugoyang-goyang ujungnya dengan cepat, lalu kukenyot klitorisnya. Dia menjerit. Kembali kugosok-gosok seluruh dinding vaginanya dengan lidah, sementara kelentitnya kutekan dan kuusap-usap dengan ibu jari. Lendirnya jadi semakin banyak, pertanda birahinya semakin tinggi.
Tiba-tiba Intan mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sambil menekan kepalaku kuat-kuat pada selangkangannya. Tubuhnya mengejang. Kutekan mulutku pada vaginanya, lidahku menjulur lebih dalam, lalu kukenyot dengan suatu hisapan panjang. Terdengar erangan Intan. Tubuhnya menggelepar- gelepar menyongsong detik-detik pencapaian orgasmenya, kutambah nikmatnya dengan terus mengenyot mulut vaginanya yang asin berlendir.
Setelah itu tubuh Intan agak sedikit lunglai. Nafasnya memburu. Kutindihi tubuh bugilnya. Kuciumi mukanya yang berkeringat. Dia tersenyum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.