Home »
» Skandal Gadis Polos
Skandal Gadis Polos
CERITA DEWASA - Gadis yang cantik dengan penampilan yang polos tapi memikat, dari tampilan luarnya dia sosok yang pemalu tetapi tak disangka dia sungguh binal dan mempunyai kisah skandal dengan Ayah angkatnya sebut saja namanya Zeni, sejak umur Zeni masih belia yaitu 14 tahun dia sudah memulai hubungan intim dengan ayah angkatnya.
Zeni yang pertumbuhannya mulai meningkat remaja dan semakin cantik serta menggiurkan, sudah dijadikan alat bantu ayah angkatnya untuk mengisi kesepiannya setelah beberapa bulan ditinggal mati istrinya. Zeni adalah keponakan dari almarhum istri Pak Hendro.
Awalnya, sesaat setelah menduda, Pak Hendro yang seorang staf perusahaan perminyakan dipindah-tugaskan ke Sumatera. Dia berangkat dengan mengajak Zeni menemaninya di tempat tugas barunya. Hari-hari berlalu
Di tempat yang sepi kurang hiburan itulah perhatian Pak Hendro yang kesepian mulai tertuju kepada Zeni yang saat itu sedang bertumbuh semakin cantik dan menggiurkan. Pendekatannya pun mudah, karena Zeni memang akrab sekali dengan ayah angkatnya ini, sehingga dibujuki sedikit saja dia pasti menurut.
Mulailah Zeni diperlakukan sebagai teman bercinta Pak Hendro mengganti ketiadaan istrinya, hanya saja dengan cara terbatas. Setiap bertemu di rumah, Pak Hendro selalu mengerjai Zeni, mulai dari sekedar dipeluk-peluki, diciumi, atau digeluti. Lalu meningkat lebih jauh mulai diajak tidur bersama untuk dicumbui dan digerayangi seputar tubuh gadis remaja itu.
Dan berikutnya lagi makin saling terbuka, telanjang bulat mandi bersama dan mulai dinikmati tubuh polos gadis itu lewat remasan gemas dan kecap mulut di bagian-bagian kewanitaannya. Sampai akhirnya Zeni mulai diajari cara-cara oral seks, menghisapi kemaluan untuk memberi kesenangan bagi lelaki.Agen Domino 99 Terpercaya
Pokoknya tidak ada lagi yang disembunyikan di antara mereka. Namun begitu, satu hal yang masih dijaga Pak Hendro, yaitu dia masih tidak tega untuk memasukkan kemaluannya untuk merenggut keperawanan Zeni.
Sedikit mengulas keakraban mereka, bisa dilihat dari bagaimana pertemuan mesra mereka ketika hari itu Pak Hendro pulang dari urusan di Jakarta selama lima hari. Baru saja bertemu di rumah, sudah disambut Zeni yang meloncat senang, menggelendot di leher dan kaki membelit di pinggang ayah angkatnya.
Pak Hendro juga sama rindunya dengan gadis manja kesayangannya ini, tapi tidak terang-terangan di ruang tamu, melainkan menggendong dulu membawa Zeni ke kamar tidur, baru dari situ langsung didekap dan diciuminya bertubi-tubi seputar wajah si gadis untuk kemudian menutupnya dengan ciuman bibir bertemu bibir.
Sebentar saja keduanya sudah saling meluapkan kerinduan dengan saling melumat dalam dengan sepenuh perasaan sebelum kemudian terlepas, dan Zeni turun dari gendongan untuk membantu membereskan barang-barang bawaan Pak Hendro sambil saling menceritakan keadaan masing-masing selama berpisah.
Selepas itu, barulah acara membersihkan badan.
Setelah Zeni selesai membuka keran bak rendam, “Ayo mandi sama-sama Yayah, Zen..?” kata Pak Hendro mengajak yang segera dianggukkan Zeni dan langsung membuka bajunya sendiri mengikuti Pak Hendro yang sudah lebih dulu bertelanjang.
Yayah adalah panggilan manja Zeni kepada Pak Hendro. Begitu selesai, dia pun segera mendekati Pak Hendro yang saat itu sudah akan bergerak ke kamar mandi.
“Ntar dulu Yah, gendong dulu dong..!” katanya dengan manja.
Menahan langkah Pak Hendro, dia pun meloncat ke pelukan ayah angkatnya itu. Bergelendot manja lagi di leher dengan kedua kaki membelit pinggang Pak Hendro seperti tadi, dia pun langsung digendong dibawa ke kamar mandi.
Berikutnya di bak kamar mandi, keduanya mandi bersama dengan saling membantu menyabuni dan menyirami tubuh masing-masing. Pada waktu itu jika melihat bentuk tubuh Pak Hendro, kesannya memang angker dengan sosoknya yang tegap dan gempal, termasuk juga ukuran alat vital yang dimilikinya yang cukup lumayan besar.
Tapi bagi Zeni yang sudah biasa begini, tentu saja kesan menakutkan tidak ada lagi. Malah dia paling suka kalau disuruh mempermainkan batang kemaluan ayah angkatnya ini, karena ada rasa geli-geli senang jika merasakan batang yang semula lemas, besarnya hanya seukuran lebih besar sedikit dari jempol kaki itu
Akan mekar mengembang lipat dua dalam genggaman kulumannya, menjadi panjang dan besar seukuran pisang ambon. Seperti juga saat ini, sambil menyabuni tubuh Pak Hendro, dia menyempatkan mempermainkan batang kejantanan itu. Terasa olehnya batang itu sudah menegang setengah keras.
Begitulah kegiatan yang sering mereka lakukan, sampai dengan selesai membersihkan tubuh dan keluar dari bak mandi, terlihat lagi milik ayah angkatnya. Hal ini membuat Zeni tertarik, karena dari tadi batang itu masih setengah menegang saja. Keduanya masih belum menyeka tubuh mereka dengan handuk saat itu.
“Iddih Yah, kok dari tadi masih keras aja sih. Padahal udah bolak-balik Zen guyur pake aer dingin…” kata Zeni dengan nada khas remajanya yang polos sambil mengulurkan tangannya memegang batang itu.
Pak Hendro hanya tersenyum geli, “Iya, itu tandanya dia udah kepengen disayang-sayangin lagi sama Mbak Zennya.”
“Tapi.., kata Yayah di Jakarta mau dipakein ke lobangnya orang perempuan. Emang nggak sempet ya Yah ?” tanya Zeni meskipun masih muda sekali tapi sudah diberi pengertian tentang arti hubungan seks yang sebenarnya.
“Sempet sih sempet, tapi ketemu Mbak Zennya kan tetep aja kangen.”
Zeni tersenyum senang mendengarnya. Dia mengocok sebentar batang itu sambil berkata, “Mau Ning isepin sekarang ya Yah..?” tanyanya menawarkan permainan yang sudah biasa dilakukan sesuai ajaran Pak Hendro.
“Sebentar, sebentar, Yayah mau puas-puasin dulu sama Kamu.” kata Pak Hendro.
Tanpa menunggu jawaban Zeni, dia sudah langsung membawa si gadis ke dekat meja washtafel dan mendudukkan Zeni di situ. Meja itu cukup tinggi, sehingga dengan hanya sedikit membungkuk dan menundukkan kepalanya Pak Hendro sudah bisa mencapai kedua susu Zeni.
Langsung saja bukit dada si gadis yang meskipun masih remaja tapi sudah cukup menonjol mengkal itu dilahap dan disedot serta dihisap bergantian dengan rakus.
Zeni yang sudah terbiasa begini hanya meringis-ringis kegelian, membiarkan ayah angkatnya sibuk menghisapi susunya, sementara dia sendiri menjulurkan tangannya membantu meremas-remas penis Pak Hendro.
Ada beberapa saat Pak Hendro memuaskan mulutnya di bagian itu sampai kemudian menggeser mulutnya turun ke arah liang keperawanan Zeni. Sambil begitu dia meminta Zeni bersandar ke dinding kaca di belakangnya untuk kemudian mengangkat kedua kaki Zeni.
Telapaknya diletakkan di tepi meja, sehingga Zeni jadi terkangkang dengan kemaluan terkuak lebar-lebar. Sekarang bagian kemaluan perawan remaja yang masih gundul belum ditumbuhi bulu-bulu itu jadi sasaran kecap mulut Pak Hendro. Bukit daging kemerah-merahan ini disosornya sama rakusnya, diikuti jilatan dan gigitan-gigitan kecil di kelentit yang diterima Zeni sesekali menjengkit-jengkit dan merengek kegelian.
“Aaaa ge-yyi Yaah… hiiii ssshh Yayahh nyangan di gigitt gi-tu Yahh…” nada manja kekanak-kanakannya pun mulai terdengar, tanda dia juga senang diperlakukan begini oleh ayah angkatnya.
Disini pun Pak Hendro cukup lama memuaskan kecap mulutnya sebelum kemudian berhenti dan mengangkat kepalanya.
“Ayo Zen.., tempel-tempelin dulu di punyakmu biar tambah cepet kepengennya biar nanti lebih gampang keluarin aernya…” kata Pak Hendro meminta.
Yang begini pun bagi Zeni sudah terbiasa, tanpa menunggu diminta dua kali diturutinya permintaan ini dengan mengambil batang kejantanan Pak Hendro yang sudah menegang itu dan menempelkan ujung kepala bulatnya digesek-gesekkan di mulut lubang kemaluannya.
Reaksinya cepat karena sebentar kemudian dilihatnya air muka Pak Hendro menegang diburu nafsunya, sementara bagi Zeni sendiri main-main seperti ini juga selalu menimbulkan perasaan aneh tersendiri baginya.
Rangsangan asyik yang masih belum dikenal artinya, bergejolak di dalam perutnya dan membuat liang keperawanannya seolah gatal ingin memasukkan batang ini ke dalam lubangnya. Ada rasa menuntut di situ, apalagi jika ujung batang kejantanan itu makin ditekan sedikit ke dalam, semakin penasaran rasa enak yang ingin diraihnya.
Dalam keadaan begini, praktis Zeni sudah tenggelam pasrah dituntut berahi nafsunya, maka tinggal ditekan lebih jauh pasti akan disambut Zeni dan berarti sudah bisa Pak Hendro menggagahi remaja polos itu.
Tapi di sinilah hebatnya disiplin pribadi Pak Hendro demi sayangnya kepada anak angkatnya. Walau setiap kali berisengnya sudah sampai sedemikian kritis, tapi selalu saja dia bisa menahan diri untuk menghindar.
Sesaat sebelum pikirannya buntu, dia pun cepat mencabut batangnya sambil membawa tubuh Zeni turun dari meja washtafel. Zeni mengira bahwa sekaranglah saatnya dia diminta untuk melakukan locokan hisapnya guna membantu Pak Hendro mencapai tuntutan kelelakiannya.
Tetapi rupanya ada perubahan acara, Pak Hendro ingin menyelesaikannya dengan cara lain. Dia tetap menyuruh Zeni berdiri di depannya untuk kemudian dia sendiri sedikit menekuk kakinya merendahkan tubuhnya, dari situ dia meletakkan batang kejantanannya terjepit di selangkangan Zeni, persis menempel di bawah kemaluannya.
“Nah, Yayah mau coba bikin gini aja, nggak usak pake dilocok tangan.” katanya seraya mulai memainkan pantatnya maju mundur.
Caranya persis seperti sedang bersetubuh dalam posisi berdiri, hanya saja batang keperkasaannya tidak dimasukkan ke lubang senggama Zeni.
Sambil menggoyang keluar masuk batangnya yang tergesek-gesek di celah liang keperawan Zeni, Pak Hendro juga menambahi rasa dengan mendekap Zeni, mengajaknya berciuman hangat. Diimbangi oleh Zeni dengan juga merangkul ketat leher Pak Hendro, membalas saling melumat bergelut lidah.
Ternyata meskipun tidak sempurna, tapi cara begini bisa juga membuat Pak Hendro mencapai ejakulasinya. Sebentar kemudian dia pun tiba di puncaknya dengan menyemburkan cairan maninya, tanda dia sudah bisa mengakhiri permainan dengan lega.
Itulah permainan iseng sehari-hari Pak Hendro dengan Zeni yang boleh dibilang kritis karena cuma tinggal memasukkan batangnya ke liang keperawanan Zeni saja yang belum dilakukan Pak Hendro. Tapi yang begini cuma sementara.
Cara hidup unik ini bagi Zeni pengaruhnya besar juga. Bagaimana tidak, kalau mengikuti perkembangan cara mereka, rasanya cuma tinggal tunggu waktu saja untuk Zeni mendapatkan rasa seks yang sebenarnya.
Apalagi belakangan ini Zeni pernah menyaksikan sendiri bagaimana adegan hangat ayah angkatnya yang bercinta dengan Mbak Ranti, seorang gadis pemijit yang sering dipanggil Pak Hendro untuk memijit di rumahnya, tapi sekaligus sebagai tempat penyaluran tuntutan kelelakian Pak Hendro.
Dari sejak awal Zeni sudah curiga bahwa ayah angkatnya punya hubungan intim dengan Ranti, gadis pemijit yang diperkenalkan oleh sopir pribadi mereka. Karena dalam acara memijit yang biasa mengambil tempat di ruang baca itu, mereka berdua selalu mengunci pintu berlama-lama di situ.
Memang mulanya kelihatan biasa-biasa saja, tapi pernah sekali Zeni memergoki bahwa tubuh Ranti secara mencuri-curi sering digerayangi tangan Pak Hendro. Ini yang membuat Zeni penasaran dan suatu waktu dia sengaja mengatur waktu untuk membuktikan sendiri sampai dimana hubungan Pak Hendro dengan Ranti.
Begitulah suatu kali kesempatan Pak Hendro minta dipijit Ranti di tempat biasa di ruang baca, Zeni yang tadi pura-pura pamitan ke rumah teman padahal sudah menyelinap bersembunyi di kolong ranjang ruang tidur pak Hendro menunggu kesempatan untuk mengintip.
Di antara kedua ruang baca dan ruang tidur Pak Hendro ada pintu penghubung, Zeni menunggu sampai dirasa aman baru dia mengendap-endap mencapai pintu penghubung dengan rasa tegang karena didapatinya suasana kamar sebelah sepi sekali.
Di lubang pintu penghubung itu sebagaimana pintu-pintu lainnya juga dipasang sehelai gordyn tebal. Biasanya pintu ini juga dikunci oleh Pak Hendro kalau sedang berdua dengan Ranti, tapi karena diketahuinya Zeni tidak di rumah maka Pak Hendro sudah merasa aman dengan membiarkan pintu itu terbuka, sehingga Zeni punya kesempatan mengintip ke situ.
Apa yang ditunggu Zeni memang tepat, bahkan kebetulan sekali karena rupanya saat itu sudah masuk di babak Pak Hendro akan mengerjai Ranti. Mereka sudah langsung mulai karena begitu Zeni melihat ke dalam, dia sudah mendapatkan bagaimana keduanya sudah bersiap-siap untuk masuk ke permainan seks dengan Pak Hendro.
Saat itu sedang merangsang berahi Ranti. Di situ sambil masih tetap berada di atas permadani tebal tempat mereka biasa memijit, nampak Pak Hendro yang berbaring telentang sedang menggerayangi tubuh Ranti yang duduk di atas perutnya.
Waktu itu kedua posisi mereka agak membelakangi Zeni, sehingga tidak bisa terlihat jelas, tapi Zeni bisa melihat bahwa tangan Pak Hendro sedang bermain meremas-remas susu Ranti yang masih tertutup kain. Ranti dalam acara memijit ini mengenakan sehelai handuk yang dililit sebatas dadanya.
Berdebaran tegang Zeni menonton pemandangan di depannya, nampak Ranti mandah saja menggeliat-geliat kegelian dengan muka genit malu-malu kegelian mendapat gerayangan nakal Pak Hendro di kedua susunya.
Malah dia kemudian membungkukkan tubuhnya mengikuti pelukan Pak Hendro, menyandarkan kepalanya manja di dada Pak Hendro. Sebentar keduanya saling merapat pipi bertemu pipi seperti ada yang dibisikkan Pak Hendro di telinga Ranti, karena tiba-tiba Ranti bangun duduk tegak dan berikutnya masih dengan muka genit malu-malu Ranti membuka lepas handuk penutupnya menampilkan bebas tubuh telanjangnya.
Karena di balik kain tadi Ranti memang tidak mengenakan pakaian dalam. Sekarang melihat bagaimana Ranti sedang menyodorkan bagian kewanitaannya untuk dinikmati Pak Hendro, hal ini membuat Zeni semakin tertarik penasaran.
Memang tubuh Ranti tidak semulus dan secantik Zeni, tapi berharap pada adegan kelanjutannya menimbulkan rangsangan hebat pada Zeni, disamping juga rasa kepingin tahu yang besar ingin melihat bagaimana caranya pasangan laki perempuan bersanggama.
Sekarang terlihat gerakan Pak Hendro bangun duduk, sementara Ranti hanya mengangkat duduknya berlutut merapat pada Pak Hendro.BandarQ
“Ahsshh…” terdengar Ranti mengerang dan setelah itu menggigit bibirnya malu-malu geli ketika dia mulai mendapat rangsangan Pak Hendro sekaligus di dua tempat, yaitu mulut Pak Hendro melahap sebelah puncak susunya dan sebelah tangan Pak Hendro bekerja mengusap-usap tengah selangkangannya.
Rangsangan mulai meningkat dengan makin sibuknya Pak Hendro berpindah-pindah mengenyoti kedua susunya, sementara tangan yang di selangkangan juga bergerak-gerak seperti sedang meremas-remas sambil pasti ikut mengiliki kelentitnya, geli asiknya mulai diterima Ranti terbaca dari mimik wajahnya yang sekarang merona merah dalam mata terpejam serius dan bibir setengah merekah tegang.
Sesekali ada gerakan Ranti mengejang kegelian dengan menarik pantatnya menungging, tapi tidak menghindar membiarkan tubuh telanjangnya dipuasi Pak Hendro. Sebelah tangannya malah membantu menonjolkan bukit susunya tersodor dikecapi Pak Hendro, sedang sebelah tangan lagi bertopang di pundak Pak Hendro.
Ada beberapa saat seperti itu, tapi di tengahnya ada gerakan baru, yaitu sebelah tangan Pak Hendro yang bebas mulai merangsang kejantanannya dengan menggenggam dan meremas-remas batangnya agar menjadi lebih kaku.
Semua ini dari tempat mengintip Zeni cukup jelas dilihat, karena jaraknya cuma sekitar 3 meter dan posisi Ranti sekarang agak serong menghadap ke arahnya. Rupanya acara merangsang gairah berahi Ranti dan membangkitkan kejantanan sendiri oleh Pak Hendro, meskipun sebentar tapi sudah dianggap cukup, karena Pak Hendro baru saja berhenti dan meminta Ranti mengambil posisi berbaring menelentang tetap di atas permadani itu. Mereka nampaknya mempersingkat waktu agar tidak terlalu lama dan dicurigai para penunggu rumah.
Ranti langsung berbaring mengangkang sesuai permintaan Pak Hendro, matanya ditutup rapat-rapat menunggu Pak Hendro mengatur posisinya untuk mulai memasukkan batang kejantanan ke liang senggamanya.
Merapat dia dengan kedudukkan tegak berlutut, kedua paha Ranti ditumpangkan ke atas masing-masing pahanya, sebentar Pak Hendro masih melocoki batang kejantanannya sendiri yang dari tadi tetap dipegangi terus, sementara tangan sebelah jari-jarinya membasahi lubang kewanitaan Ranti dengan ludahnya agar membuat lebih licin lagi.
Sebentar kemudian batang kaku Pak Hendro mulai dimasukkan ke liang kewanitaan Ranti, Zeni membaca mimik wajah Ranti agak mengernyit dengan kedua kelopak matanya yang terpejam erat. Rahangnya menganga kaku menunggu batang ditusukkan ke kemaluannya dan yang mulai dimainkan Pak Hendro keluar masuk pelan-pelan.
Ternyata reaksi yang ingin dilihat Zeni mulai nampak. Ranti ketika mulai bisa menyesuaikan dengan penis yang baru diterimanya, langsung mendapatkan rasanya. Tegang wajahnya pun mengendor terganti dengan bersemu asyik yang membawa pinggulnya bergerak mengocok mengimbangi gerak menggesek batang keluar masuk liang senggamanya. Makin lama makin tambah hangat rasa garukan enak itu, apalagi ditambahi Pak Hendro dengan kedua tangannya memilin-milin puting masing-masing susunya, gerak geliat Ranti sudah meningkat panas.
Meliuk-liuk dia terlihat erotis dengan dadanya kadang diangkat-angkat membusung. Tapi yang seru adalah goyangan bibir kemaluannya yang berputar cepat seperti tidak sabaran dan sesekali menanduk-nanduk ke atas memapak tusukan batang keperkasaan Pak Hendro yang juga mulai dipompa agak kencang.
Zeni sampai terasa panas dingin dan tegang menontonnya, terpengaruh rangsangan permainan Ranti yang menggelora oleh sogokan-sogokan batang keperkasaan Pak Hendro. Gerakannya selama itu berputaran hangat, lebih-lebih menjelang orgasmenya.
Sayang Zeni tidak bisa mengikuti mimik Ranti, karena dengan semakin panas itu wajah Ranti sudah hilang menyusup di dada Pak Hendro yang sudah turun menghimpit mendekapnya erat-erat. Hanya terakhir sempat dilihat ketika Ranti berogasme dengan tubuhnya yang mengejang dan mengangkat liang kewanitaannya tinggi-tinggi seakan ingin ditekan lebih dalam lagi.
Sampai di situ apa yang ditonton Zeni, dan dia buru-buru ke luar untuk kemudian berpura-pura datang dari luar seolah-olah tidak mengetahui apa yang terjadi di dalam kamar baca itu.
Jadi boleh dibilang secara tidak langsung, sebetulnya ayah angkatnya yang menggiring Zeni untuk menuju kebebasan seks. Sehingga ketika suatu ketika, Zeni menemukan teman sekolah yang cocok di hatinya dan kemudian berlanjut dengan iseng-iseng mempraktekkan hubungan sanggama sampai mengakibatkannya hamil.
Ayah angkatnya tidak bisa menyalahkan dia karena menyadari bahwa ini salahnya sendiri yang terlalu bebas dalam cara hidup mereka. Tapi untuk menuntut laki-laki yang mengerjai Zeni sangat berat, karena keduanya masih remaja sekali, jalan keluar yang dipilih adalah menggugurkan kandungan Zeni sebelum menjadi besar serta membatasinya bergaul bebas di luaran lagi.
Zeni nampaknya kapok dengan akibat keisengan pertamanya itu, tapi untuk bisa bertahan dari godaan lelaki berikutnya ternyata ada cara yang istimewa untuk itu. Yaitu Zeni yang sudah kenal nikmatnya hubungan seks tidak dibiarkan menderita menahan keinginan itu, tapi di rumah dia justru dapat penyaluran tersendiri dari siapa lagi kalau bukan dari ayah angkatnya sendiri.
Sejak itulah Zeni mulai membuat hubungan sanggama dengan Pak Hendro dengan maksud agar Zeni tidak mencari di luar lagi, yang memungkinkan dia mengulang kecelakaan yang sama. Hanya saja tentunya dijaga agar tidak ada satu pun orang luar yang tahu rahasia keluarga mereka.
Memang, sejak lepas dari pengalaman pahitnya itu, Zeni jadi seperti uring-uringan dan untuk mengisi kesepiannya, Pak Hendro mulai tertarik juga untuk memanfaatkan Zeni. Tidak heran sebab si cantik yang meningkat semakin remaja ini kalau berpakaian sering minim, mengundang gairah lelaki, teristimewa bagi Pak Hendro yang juga sedang kesepian.
Tapi sekalipun sudah akrab dengan gadis itu, Pak Hendro tidak langsung main ajak begitu saja. Dia perlu cara halus karena dia kuatir Zeni masih trauma dengan pengalaman pahitnya itu. Pak Hendro mulai mengadakan pendekatan dengan membelikan hadiah-hadiah perhiasan dan mengobral pemberian uang untuk meluluhkan hati Zeni.
Sampai di suatu siang, dia membuat surprise dengan mendatangi kamar Zeni.
“Zen, kalok Yayah kasih hadiah buat Kamu, mau nggak..?” katanya dengan kedua tangannya ke belakang seperti menyembunyikan sesuatu.”Oya..? Hadiah apa Yah..?”
“Mau tau..? Nih Liat dulu sebentar..!” kata Pak Hendro sambil menarik tangannya yang menggenggam sebuah kotak perhiasan, membuka tutupnya memamerkan isinya sebentar.
Namanya sifat perempuan, begitu melihat perhiasan emas yang berkilau-kilauan langsung bersinar cerah wajahnya.
“Buat Zeni ya Yah..?” tanyanya malu-malu.
“Iya.., semua buat Kamu, abis buat siapa lagi..?”
“Waduh..! Iya Yah, Aku mau.., seneng banget Aku Yah..!”
Kontan melonjak girang Zeni karena perhiasan yang akan diberikan kepadanya justru lebih banyak dari yang sudah didapat sebelumnya. Tidak salah, karena Pak Hendro sendiri saking senangnya dapat harapan manis Zeni sengaja membelikan lebih banyak dengan maksud untuk lebih membujuk gadis itu.
“Tapi ntar dulu, abis ini nanti temenin Yayah tidur, sekarang ininya Yayah masukin Yayah punya ya..?” tanya Pak Hendro mulai minta kepastian Zeni sambil merapat dan menjulurkan sebelah tangannya mengusap-usap selangkangan Zeni.
Jelas Zeni tahu maksudnya tapi dia masih ragu-ragu.
“Ngg, tapinya kalok Zen bunting lagi gimana Yah..?” tanyanya minta penegasan Pak Hendro.
“Ooo… jelas Yayah jaga jangan sampe begitu, nanti Yayah kasih pilnya..” jawab Pak Hendro memberi kepastian.
Kali ini Zeni mengangguk meyakinkan ajakan Pak Hendro karena hatinya sudah keburu terpaut dengan kilauan emas yang bakal jadi miliknya. Perempuan kalau hatinya sudah merasa dekat, apalagi ditambahi dengan hadiah-hadiah perhiasan, maka cepat saja takluk dalam rayuan.
“Kalok gitu sini, Yayah yang pakein satu persatu dan Kamu nurut aja ya..? Tapi sebentar.., coba Kamu pake dulu semua perhiasan yang Yayah pernah kasih. Soalnya ini semua satu setelan, jadi biar lengkap keliatannya.”
Zeni mengangguk dan bergerak mengambil perhiasan itu di lemarinya, lalu memasangnya satu persatu yaitu giwang, kalung, cincin dan gelang, sementara Pak Hendro mendekat lalu meletakkan kotak perhiasan di tempat tidur.
Keempat perhiasan itu berikut yang ada di dalam kotak memang memiliki ciri seragam, yaitu diberi bandul berbentuk bola-bola berongga yang di tengahnya diisi bola kecil lagi, jadi kalau bergerak akan menimbulkan bunyi yang bergemerincing.
Zeni sendiri masih heran di mana lagi perhiasan yang ada di kotak itu akan dipasangi di tubuhnya, namun begitu dia diam saja dan sesuai permintaan Pak Hendro dia menurut ketika sebuah perhiasan diambil untuk dipasangkan padanya.
“Tau nggak Zen, Yayah beli ini karena liat Kamu cantik, jadi kepengen dandanin kayak putri ratu. Memang keliatan kayak main-mainan, tapi ini emas asli lho..? Kalok nggak cocok jangan kasih siapa-siapa, simpen aja buat kenang-kenangan. Ayo sini, tempat pertama pasangnya di sini…”
Zeni langsung merasa geli, karena bagian pertama yang dipasangi adalah sebuah cincin hidung model jepit ala gadis-gadis Arab.
“Nah, sekarang untuk ini Yayah minta tanda terima kasihnya…”
Belum sempat Zeni mengerti, tiba-tiba dia sudah dipeluk lehernya dan bibirnya didarati bibir Pak Hendro. Agak gelagapan dia tapi cepat disambutnya ajakan berciuman ini dan meningkat sebentar saling melumat hangat. Ada beberapa saat baru Pak Hendro melepas bibirnya, Zeni terlihat sempat terhanyut sebentar dalam asyiknya bergelut lidah bertukar ludah barusan.
Bagian kedua adalah sepasang kalung kaki yang dipakaikan Pak Hendro dengan meminta Zeni duduk di tempat tidur. Ini juga menggelikan, karena merasa persis seperti pemain kuda lumping dan upah terima kasihnya juga lucu yaitu masing-masing betis Zeni diciumi dan dijilat-jilati setelah kalung itu terpasang.
Yang ketiga, yang paling membuat Zeni geli adalah ketika Pak Hendro mengambil sepasang perhiasan payudara yang pemasangannya dijepit di puting susu.
“Iddihh.., kok aneh-aneh aja si Yayah nih..?” kontan cekikikan geli dia sambil menekapi kedua buah dadanya dengan tangannya.
“Ya sudah, kalok masih geli ditunda dulu. Sini Yayah ambil tanda terima kasihnya duluan nanti pasangnya belakangan.”
Begitu selesai bicara Pak Hendro langsung memajukan kepalanya, mulutnya mendarat mencaplok sebelah susu Zeni yang membulat montok itu.Domino99
“Sshh…” Zeni mengejang tertahan sewaktu mulut Pak Hendro mengenyoti puncak susunya, mengulum dan menjilati puting yang berada di dalam mulut Pak Hendro.
Kali ini geli lain. Geli yang memberi rangsang menaikkan berahinya untuk menuju apa yang nantinya akan diminta Pak Hendro. Dan ini mulai semakin terasa karena Pak Hendro agak berkepanjangan mengisapi dan meremasi kedua bukit dadanya bergantian, sehingga geli-geli enak yang meresap menyulut bara berahinya yang juga sudah lama terpendam mulai menyala lagi.
Maklum, Pak Hendro rupanya gemas bernafsu dengan kedua susu si gadis ramping tapi ukurannya bulat montok menggiurkan ini. Terbukti ketika Pak Hendro berhenti dan menarik kepalanya, terlihat tatapan mata Zeni sudah sayu tanda sudah dipengaruhi tuntutan nafsunya. Tapi Pak Hendro belum selesai, dia segera memasangkan perhiasan di kedua puting susu Zeni, kali ini tidak ada penolakan geli lagi.
Selepas itu kedua buah dada segar mulus yang sudah berhias anting-anting itu dikecap lagi oleh mulut Pak Hendro. Ada rangsang tersendiri baginya dengan kedua puting yang tercuat oleh jepitan penahan bandul, senang menjilat-jilat ujungnya membuat Zeni bergerak-gerak kegelian, susunya berayun-ayun menimbulkan bunyi bandul bergemerincing.
“Aahaaww… ge-yyii Paak..” Zeni merengek manja namun dia senang dicandai mesra seperti ini.
“Tambah cantik kan Zeni dihiasin gini, Yayah jadi makin gemes ngeliatnya…”
“Iya tapi lucu… Aahsssh Paak… ca-kiitt..!” baru menjawab sudah disambung merintih karena puting berikut bandulnya dicaplok Pak Hendro.
Dihisap dan dijepit-jepit bandul itu dengan bibir, menarik-narik kecil menjadikan putingnya juga ikut tertarik-tarik terasa perih. Tapi perih-perih enak yang makin menambah Zeni jadi makin lebih terangsang.
Sehingga ketika dari situ Pak Hendro berlanjut dengan usahanya untuk membuka celana pendek yang dikenakan Zeni, si gadis mandah saja malah membantu dengan mendoyongkan tubuhnya ke belakang, mengangkat pantatnya membuat mudah celana berikut celana dalamnya dilolosi lepas.
Pak Hendro meskipun dalam dirinya sudah bergelora nafsunya ingin segera menyetubuhi remaja cantik yang menggiurkan ini, tapi dia cukup pengalaman untuk bisa menekan emosinya tidak menunjukkan wajah rakusnya.
“Sekarang yang terakhir ini Yayah pasangin kalung perutnya…” katanya sambil membelitkan dan mengaitkan sekali sebuah kalung perut di pinggang Zeni.
Selepas itu tiba-tiba Pak Hendro menundukkan wajahnya ke perut Zeni. Dikira akan mengecup bagian perut itu untuk minta tanda terima kasih, tapi rupanya lebih ke bawah lagi. Yaitu ketika kedua tangan Pak Hendro menyusup dari bawah kedua pahanya, membuka jepitan paha itu sekaligus mengangkat membuatnya mengangkang.
Dia segera tahu bahwa Pak Hendro menuju ke liang senggamanya. Zeni memang sudah terbiasa memberikan kemaluannya dikerjai mulut Pak Hendro, cepat ditutupnya matanya menunggu Pak Hendro berlanjut, karena dia tahu rasa apa yang akan didapatkannya nanti.
Saat itu, begitu mulut Pak Hendro menempel dan langsung menyedoti rakus bagian menganga itu, dalam dua tiga jurus saja Zeni sudah lemas tulang-tulangnya diresapi nikmat.”Ahhnng…” mengerang dia oleh geli yang terasa menyengat sampai ke ubun-ubun, langsung merosot tubuhnya jadi menelentang rata punggung ke belakang karena serasa tangannya tidak kuat lagi menopang.
Lewat lagi beberapa jurus dia sudah meliuk-liuk tubuhnya oleh jilatan lidah terlatih yang mengilik kelentitnya, menusuk-nusuk kaku membuatnya semakin penasaran ingin segera disetubuhi.
Pak Hendro berhenti untuk membuka bajunya dan sementara itu kedua kaki Zeni yang tadi disanggahnya diletakkan telapaknya di tepi tempat tidur, tetap membuat posisi Zeni mengangkang lebar.
“Enak kan kalok Yayah bikinin gini..?” tanyanya menguji sambil melepasi bajunya satu persatu.
“He-ehh… tappinya jangan lama-lama Yahh.., nggak kuat Akku…” Zeni terbata-bata menjawab jujur kelemahannya kalau liang kewanitaannya kena disosor mulut lelaki.
Selesai membuat dirinya sama bertelanjang bulat, Pak Hendro kembali meneruskan mengerjai liang senggama Zeni dengan permainan mulutnya, membuat si gadis betul-betul matang terbakar oleh rangsang nafsunya.
Sambil begitu Pak Hendro sendiri dalam posisi duduk berlutut mulai melepasi bajunya tanpa dilihat Zeni dan mulai mempersiapkan batang kejantanannya untuk bisa menyalurkan kerinduan nafsunya sekaligus mengisi kebutuhan yang dituntut berahi nafsu Zeni.
Cukup lama Pak Hendro membakar nafsu Zeni lewat hisapan mulut di liang senggamanya, membuat Zeni hampir hangus menunggu saat untuk disetubuhi. Tapi sebelum mulutnya meminta, tiba-tiba dirasakan tubuhnya ditarik diajak bangun.
Pak Hendro melingkarkan kedua lengan Zeni di lehernya, Zeni cepat mengetatkan rangkulan mengikuti ajakan Pak Hendro yang segera menggendong untuk memindahkannya dari posisi semula ke tempat dimana dia akan segera masuk ke babak sanggama, karena dirasanya ada gerakan Pak Hendro untuk bangkit berdiri.
Memang benar, tapi sebelum sampai ketempat yang dimaksud, Zeni seperti sudah akan mendapatkan apa yang diingininya lebih cepat dari perkiraannya. Tubuhnya terasa melayang seiring dengan gerakan Pak Hendro berdiri dengan mengangkatnya pada kedua pahanya, tapi ketika telah tegak dan gaya berat tubuhnya menekan lagi ke bawah, “Hahhg…” mengejang dia karena dirasanya kepala batang keperkasaan Pak Hendro mendesak sampai terjepit di mulut lubang kemaluannya.
Dan makin memberat dia ke bawah makin menyodok batang itu masuk.
Tapi, “Hhoogh…” kali ini menggerung tenggorokannya karena yang berikutnya terasa ketat dan perih.
Tidak tahan berlanjut, dia pun mengetatkan lagi rangkulannya seolah-olah ingin memanjati tubuh Pak Hendro naik ke atas lagi.
Celakanya Pak Hendro seperti tidak mengerti apa yang dialami Zeni, merasa batang kejantanannya sudah mulai terjepit masuk, dia mengira justru Zeni yang sudah mengajak lebih dulu untuk langsung masuk di babak sanggama.
Dalam posisi seperti itu dia malah berusaha untuk memasukkan batangnya lebih jauh lagi. Kedua kakinya ditekuk merendah sebentar agar Zeni terduduk menggantung di pahanya sehingga kedua perut agak merenggang.
Karena dalam posisi itu dia bisa melepas sebelah sanggahan tangannya untuk kemudian membubuhi ludah di sisa batangnya yang belum masuk, baru setelah itu dia berlanjut untuk membenamkan batang keperkasaannya.
Sekarang batang ini sudah masuk sebagian, Pak Hendro menegakkan tubuhnya lagi dan sambil berusaha menekan lebih jauh dengan pintar dia mengalihkan perhatian Zeni lewat gerakan berjalan seolah-olah mencari tempat sanggama yang lebih enak.
Memang, semakin dibenamkan lebih dalam, terasa olehnya Zeni mencengkeram sambil merintih kesakitan tapi Pak Hendro pura-pura tidak mendengar.
“Ssshhgh.. ssakkit Yaahh…” akhirnya tidak tahan juga suara Zeni terdengar mengutarakan perihnya.
Zeni memang sudah hapal dengan bentuk dan ukuran alat viltal ayah angkatnya yang sering dipermainkannya ini, tapi untuk dimasukkan ke liang senggamanya baru kali inilah dia merasakannya.
“Iya, iya, memang agak perih kalok dibawa jalan-jalan begini. Sebentar lagi, Yayah mau cari tempat yang enak buat kita.” buru-buru Pak Hendro menghibur tapi lega dia karena dirasanya seluruh panjang batang kejantanannya sudah terendam habis.
“Mau dimana Yah..?” tanya Zeni agak heran sambil menarik kepalanya.
Sekarang bisa terlihat raut wajahnya yang sudah pucat pasi lantaran menahan sakit.
“Kita cari tempat yang lebih enak maennya.”
Dengan memondong Zeni, sementara batang kejantanannya tetap terendam di liang senggamanya Zeni, Pak Hendro menuju ke ruang tengah. Di situ di depan TV terpasang sebuah permadani berukuran 2×3 meter, kesitulah rupanya Zeni dibawa.
Mengatur posisi Zeni menelentang dengan tetap menjaga kemaluan tidak terlepas, begitu selesai Pak Hendro mulai mengajak Zeni masuk pada babak sanggama untuk meresap nikmatnya pertemuan kedua kemaluan ini.
Sanggama ala Pak Hendro yang unik, sebab bukan saja pemilihan tempatnya nyentrik tapi juga caranya terasa asing bagi Zeni. Beda sekali dengan bekas pacarnya yang dalam sanggama mereka goyang pantat dibawa bekerja aktif memompa penis ke luar masuk vaginanya, tapi dengan Pak Hendro justru tidak bergaya tradisional seperti itu.
Bermain masih dalam keadaan saling menempel berhadapan dengan batang kemaluan tetap terendam dalam, tanpa ada gerakan menggesek keluar masuk, Zeni dibawa berguling-guling di seluas permadani itu seperti seorang anak kecil sedang diajak bergelut canda oleh ayahnya.
Tetapi lebih cocok disebut seperti sepasang penari balet yang sedang beradegan lantai dalam gaya erotis. Sebab sementara bergulingan, kadang Zeni di atas kadang pula di bawah, Pak Hendro mengiringi dengan kerja mulutnya serta tangan yang tidak terputus melanda sekujur tubuhnya dari mulai atas kepala hingga ke ujung kakinya.
Di situ kadang dikecup mesra, dijilati atau digigiti gemas, juga kadang diusap, dipijat, diremas di bagian manapun dari tubuh Zeni dapat dicapai mulut atau tangannya. Zeni tidak ubahnya diperlakukan seperti boneka permainannya.
Boneka cantik berhias yang semakin bergemerincing suara bandulnya semakin membuat hatinya senang dan asik menggelutinya.Tapi asyik bukan hanya buat Pak Hendro, Zeni yang semula masih merasa perih dan masih pasif mulai mendapatkan rasa asyik yang sama, malah lebih lagi.
Gaya baru yang diterimanya ini terasa begitu mesra menghilangkan perih yang diderita. Dan ujung batang yang tadinya terasa begitu ketat serta menyodok begitu jauh di dalam perutnya sekarang justru dirasakan enak luar biasa mengorek-ngorek tuntutan berahinya jadi cepat terluapkan, melayang-layang dibuai kenikmatan yang datang melanda susul menyusul.
“Hsshngg addduuuh Yyahh… sshngh dduhh.. hmm aaahhghrh..!” begitu dalam akibatnya sampai-sampai tidak tertahankan lagi, masih ditengah asyiknya digeluti Pak Hendro, Zeni sudah mengerang membuka orgasmenya satu kali sebelum berikutnya menyusul lagi secara bersamaan dengan Pak Hendro.
Ini terasa luar biasa, sebab kalau biasanya dia merasa seperti dipaksakan keluarnya oleh gesekan-gesekan cepat penis bersama pacar lawan mainnya, yang ini lebih melegakan menyalurkannya lewat geliat-geliat erotis tubuhnya yang dilipat-lipat oleh Pak Hendro.
“Aaahnng.. ssshh-dduuh Yahh… Ak-kku klu-ar laggi sshh… hngmmm shg…” disitu baru selesai yang satu sudah menyusul lagi rangsangan gairah untuk Zenimati yang berikutnya.
Memang akhir dari permainan sama-sama meletihkan, tapi kalau saja Pak Hendro masih bisa bertahan lebih lama lagi rasa-rasanya Zeni akan sambung menyambung orgasme yang bisa dicapainya. Betul-betul suatu permainan yang unik mengesankan, karena dengan hanya menanam batang dalam-dalam saja sudah membuat Zeni terpuaskan secara luar biasa.
Begitulah, permainan serasa mimpi indah yang dialami Zeni dalam hubungan pertama ini sudah langsung membuat Zeni ketagihan kepada Pak Hendro.
“Gimana, puas nggak maen gini sama Yayah..?” tanya Pak Hendro menguji apa yang barusan dialami Zeni.
“Itu sih bukan puas lagi, tapi mabok namanya.. Gimana nggak, sekali tancep tapi Aku sampe tiga kali ngeluarinnya… Yayah pinter aja ngerjain Aku…” jawab Zeni mengakui apa yang didapatnya sekaligus menyatakan pujian kagumnya kepada kehebatan Pak Hendro, “Tapinya lemes banget Aku Pak..” lanjutnya sambil menyusupkan kepalanya manja-manja sayang di dada Pak Hendro.
Sejak itu Zeni memang tidak pernah sungkan-sungkan meminta kalau sedang ingin digauli ayah angkatnya. Seperti misalnya tengah malam itu Pak Hendro terbangun agak kaget karena dia merasakan seseorang naik berbaring di sebelahnya.
Segera dia mengenali bahwa Zeni yang barusan naik berbaring memunggungi di sebelahnya. Pak Hendro tersenyum mengerti bahwa Zeni yang sudah seminggu tidak digauli karena haid, sekarang rupanya sudah selesai dan tentu sudah kepingin lagi disetubuhinya. Tanpa bertanya dia pun mengembangkan selimutnya menutupi Zeni dan berbalik merapati memeluk si gadis dari belakang.
Betul juga, ketika sebelah tangannya disusupi sekaligus menyingkap gaun tidurnya untuk meremasi susunya, terasa olehnya bahwa Zeni makin menempelkan pantatnya yang tidak mengenakan celana dalam itu ke jendulan batang kemaluannya.
Pak Hendro makin menggoda, dia memindahkan tangannya merabai jendulan kemaluan Zeni dari arah belakang pantatnya. Sebentar diusap-usapnya liang senggama yang terjepit itu, Zeni pura-pura diam saja.
Begitu juga waktu Pak Hendro mulai mencolokkan satu jarinya ke dalam jepitan itu, masih belum ada reaksi Zeni. Tapi waktu jari itu mulai digesek sambil mengorek-ngorek ada beberapa lama terasa Zeni mulai tidak tahan dan mulai menggelinjang sambil merintih.
“Sssh udah Yaah ja-ngann pake ta-ngann…, nggak en-nakk…”
“Pake apa dong enaknya..?” bisik Pak Hendro menggoda.
“Macupinn kontol Yayahh ajaa…” jawab Zeni dengan logat manja kekanak-kanakan.
Pak Hendro segera berhenti dan Zeni memang tidak perlu meminta dua kali karena jelas ayah angkatnya sudah tahu keinginannya. Terbukti Pak Hendro sudah memasangkan guling di depannya yang langsung dipeluk kedua kaki Zeni sehingga posisi vaginanya lebih menungging, ini dimaksudkan agar lebih mudah dimasuki pada posisi itu.
Dan sebentar kemudian dirasakannya Pak Hendro yang sudah melorotkan celananya membebaskan kemaluannya mulai menempelkan batangnya di depan liang kewanitaannya Zeni. Baru saja bertemu kedua kemaluan telanjang itu, Zeni sudah langsung menjulurkan tangannya untuk melakukan sendiri menggosok-gosokkan kepala kejantanan Pak Hendro di mulut lubang senggamanya.
Dari caranya yang tidak sabaran, Pak Hendro semakin yakin bahwa Zeni betul-betul sedang kepingin sekali. Dia membiarkan dulu menunggu sampai batangnya mengencang baru kemudian dia mengambil alih lagi untuk memasukkan batangnya itu.
Dibasahi dulu dengan ludahnya seputar kepala batangnya, setelah itu mulai disesapkan terjepit di mulut lubang kewanitaan Zeni. Begitu terasa mulai masuk, segera disambung dengan disogok pelan-pelan sambil menekan semakin lama semakin dalam.
Sampai di batas yang bisa dicapai, barulah dia menunda dan kembali merapat mendekap Zeni. Menyusupkan lagi tangannya meremasi kedua susu sambil diiringi mengecupi leher si gadis yang langsung berbalik menoleh dengan mimik wajah terlihat senang.
“Ahss… enak Yaahh..!” komentar pertama Zeni.
“Udah kepengen sekali ya Nduk..?” tanya Pak Hendro tersenyum manis.
“He-ehh udah ampir seminggu nggak gini sama Yayah, Zen nggak bisa tidur Yah..!”
“Seneng ya memeknya dimasukin punya Yayah kayak gini..?”
“Ceneng Yah…, enyak diogok-ogok ontol ‘ede Yayah..” jawabnya kembali dengan logat manja kekanak-kanakannya.
“Ya udah, sekarang bobo deh sambil Yayah ogok-ogok supaya tambah pules bobonya…”
Zeni membalikkan lagi kepalanya membelakangi Pak Hendro, seolah-olah mengikuti anjuran ayah angkatnya yang akan membuatnya tidur enak dengan menyogok-nyogokkan batang kejantanan di liang senggamanya, tapi ketika terasa batang itu mulai dimainkan keluar masuk pelan, dia ternyata terbawa memainkan juga pinggulnya mengocok pelan seirama gerakan Pak Hendro.
Irama permainan ini tidak meningkat hangat seperti biasanya, karena masing-masing seperti ingin bermain berlambat-lambat dengan membatasi gerakan-gerakan mereka, tapi nikmat yang dirasa tidak kalah enaknya dibanding biasanya.
Malah permainan kalem ini terasa lebih mengasyikkan dengan mengkonsentrasikan pada gelut kemaluan yang lebih banyak ditekan dan diputar dalam-dalam diikuti penyaluran gemas-gemas nafsu pada remasan-remasan yang mencengkeram ketat.
Begitu juga seperti ingin mencegah suaranya terlepas kendali, Zeni menutupi wajahnya dengan bantal dan menggigitnya erat-erat. Pak Hendro memainkan terus batang keperkasaannya membuatnya bisa menyusul Zeni tepat pada waktunya. Karena ketika terasa Zeni mulai berorgasme, Pak Hendro pun tiba bersamaan di saat ejakulasinya.
Permainan selesai dan bersambung acara tidur bagi Zeni, tapi Pak Hendro masih ingin merapihkan diri dulu. Dibantu Zeni sendiri yang mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar, Pak Hendro segera menyeka bersih bekas-bekas cairan di lubang kemaluan Zeni.
Ini memang satu kebiasaan si manja yang kalau selesai sanggama dan tertumpah oleh cairan mani dia selalu malas untuk mencuci, sehingga harus Pak Hendro yang membantunya. Begitu ketika dirasa sudah bersih, barulah Pak Hendro menyusul tidur memeluki Zeni.